Bisnis.com, JAKARTA - Percepatan pembangunan kilang dinilai lebih efektif untuk mengurangi impor bahan bakar minyak daripada mengoptimalkan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) yang saat ini digenjot pemerintah.
Pri Agung Rakhmanto, pengamat energi dari ReforMiner Institute, mengatakan pemerintah seharusnya bersinergi dengan PT Pertamina untuk merealisasikan pembangunan kilang. Selama ini, proyek kilang selalu berhenti karena persoalan insentif.
“Jadi pemerintah menyediakan insentif yang diperlukan, Pertamina yang melaksanakan. Dengan begitu kan ada manfaat yang lebih nyata bagi negara dan masyarakat dengan masuknya Pertamina ke dalam 500 perusahaan terbaik versi Fortune,” katanya di Jakarta, Selasa (27/8/2013).
Pri Agung mengungkapkan diversifikasi BBM ke gas dan BBN secara masif juga dapat mengurangi impor BBM. Hanya saja, jumlahnya impor BBM yang dikurangi dari program itu tidak sebanyak pengurangan impor BBM dari pembangunan kilang baru.
Selain itu, pemerintah dapat kembali menaikkan harga BBM untuk mengurangi konsumsi dan praktek penyalahgunaan dan penyelundupan BBM.
Menurutnya, permasalahan impor BBM tidak dapat diselesaikan secara parsial dengan pembatasan BBM. Alasannya, saat ini energi fosil masih memiliki porsi 50% lebih dalam bauran energi primer yang digunakan.
“Perlu langkah konkret untuk membangun infrastruktur, seperti kilang BBM ataupun infrastruktur penerima, transmisi, dan distribusi gas untuk mendorong diversifikasi,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Djoko Siswanto mengatakan rencana mengoptimalkan BBN untuk mengurangi impor solar tidak akan mengganggu pasokan di dalam negeri.
Alasannya, jumlah impor solar yang dikurangi akan disesuaikan dengan dengan jumlah BBN yang akan dicampur dengan solar. Dengan asumsi, kebutuhan solar 16 juta kiloliter tahun ini, dan mandatori penggunaan BBN 10%, maka setidaknya dapat mengurangi impor 1,6 juta kiloliter.