Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Insentif Fiskal Tak Cukup Untuk Jaga Daya Beli

Bisnis.com, JAKARTA –Pemerintah diminta mengendalikan inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat.

Bisnis.com, JAKARTA –Pemerintah diminta mengendalikan inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat.

Pasalnya, strategi menjaga konsumsi masyarakat untuk menopang pertumbuhan ekonomi 2014 di atas 6% dinilai tak cukup hanya melalui instrumen fiskal.

Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengemukakan stabilitas harga menjadi kunci jika pemerintah ingin memelihara daya beli (keep buying strategy) masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga tetap tumbuh.

“Pemberian tax incentive untuk industri padat karya ataupun penaikan batas PTKP (penghasilan tidak kena pajak) tidak cukup untuk menopang daya beli. Inflasi harus dikendalikan. Stabilitas harga harus dijaga,” katanya, Kamis (15/8/2013).

Seperti diketahui, pemerintah tengah merancang kebijakan insentif fiskal untuk industri padat karya, misalnya dengan penangguhan pajak penghasilan (PPh) wajib pajak badan dan keringanan pemotongan PPh karyawan.

Langkah ini dilakukan untuk menekan biaya produksi perusahaan sehingga mengurangi kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Selain itu, penaikan batas minimal PTKP juga sedang dipertimbangkan untuk menjaga daya beli masyarakat.

Dari sisi moneter, pemerintah memang menempuh jalan pintas dengan membuka lebar kran impor beberapa komoditas pangan untuk mengendalikan inflasi.

Namun, menurut Destry, cara itu tidak dapat dijalankan terus-menerus. Dalam jangka menengah, upaya memacu produksi pangan di dalam negeri harus dilakukan.

Insentif fiskal juga harus diberikan kepada sektor yang berkaitan dengan ketahanan pangan, seperti sektor pertanian.

Sementara itu, Koordinator Koalisi Anti Utang Dani Setiawan sepakat upaya mempertahankan pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi rumah tangga harus didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian.

Dia menyayangkan pertumbuhan ekonomi selama ini yang hanya mengandalkan sektor nontradeable, sedangkan sektor tradeable makin ketinggalan.

Berkaca pada pertumbuhan ekonomi 2012, sektor pertanian yang masuk sektor tradeable memang tumbuh 3%. Akan tetapi, sektor nontradeable, seperti sektor konstruksi serta keuangan, real estate dan jasa perusahaan tumbuh lebih pesat sebesar 7,1% dan 7,15% pada 2012.

“Pertumbuhan ekonomi terkesan mengabaikan aspek tradeable yang sebetulnya bisa menjadi pendorong,” tuturnya.

Menurutnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan rapuh tanpa didorong oleh pertumbuhan sektor tradeable di dalam negeri.

Sementara itu, Koordinator Koalisi Anti Utang Dani Setiawan menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu di atas 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper