Bisnis.com, JAKARTA - Ekosistem laut Indonesia yang sangat kaya kini berada dalam ancaman akibat penangkapan ikan yang merusak, perubahan iklim, pembangunan pesisir, serta tambang.
Termasuk operasi FM di Papua Barat, yang membuang lebih dari 200.000 ton tailing per harinya ke Sungai Otomina dan Aikwa, yang kemudian mengalir ke Laut Arafura.Hingga 2006 diperkirakan perusahaan ini sudah membuang lebih dari tiga miliar ton tailing.
Greenpeace menggaris bawahi ancaman-ancaman itu dalam laporan berjudul Laut Indonesia Dalam Krisis, yang membedah bagaimana ekosistem laut Indonesia dirusak oleh limbah, sedimentasi, kegiatan penangkapan ikan ilegal dan merusak, pertambangan, serta perubahan iklim.
Indonesia adalah negara penghasil ikan terbesar ketiga di dunia setelah China dan Peru. "Namun, saat produksi meningkat, stok ikan Indonesia menurun karena degradasi ekosistem dan penangkapan ikan berlebih,” ujar Arifsyah M. Nasution, Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia, Rabu (24/7/2013).
Greenpeace meluncurkan kampanye laut di Indonesia untuk mempertahankan kekayaan laut Indonesia. Kampanye ini juga penting untuk mempertahankan kekayaan laut regional dan dunia. "Sebab, Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia bisa memainkan peran penting memimpin inisiatif regional dan global menuju penggunaan sumberdaya laut yang bertanggung jawab dan lestari,” imbuh Arifsyah.
Untuk mencapai hal ini, sejalan dengan visi Indonesia 2025 yang menyatakan “Indonesia adalah negara yang berdaulat, progresif, adil dan makmur,” Greenpeace dan seluruh pemangku kepentingan menawarkan solusi yang dideklarasikan dalam bentuk “Visi Bersama untuk Laut Indonesia 2025.”
“Laut kita adalah masa depan kita. Kita mempunyai visi masa depan laut Indonesia yang bebas dari praktek penangkapan ikan ilegal dan merusak, dan terlindungi oleh masyarakat lokal yang telah dirangkul dan dibekali dengan manajemen lestari sumberdaya laut. Visi ini bisa diraih jika pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia bekerja bersama-sama,” pungkas Arifsyah.