Bisnis.com, JAKARTA – Produksi bawang merah pada panen raya tahun ini diperkirakan stabil, meskipun anomali cuaca yang cenderung basah berpotensi menurunkan produksi sekitar 10%.
Sebaliknya, luas tanam meningkat sekitar 20% menjadi 15.000 hektare.
Direktur Hortikultura Kementan Hasanuddin Ibrahim mengatakan luasan tanam pada Maret 2013 naik 3.000 hektare dari biasanya seluas 12.000 hektare menjadi 15.000 hektare.
“Kami mencatat terjadi penambahan luas tanam, kalau biasanya sekitar 12.000 hektare, pada Maret sudah naik menjadi 15.000 hektare,” ungkapnya, Jumat (19/7).
Bertambahnya luasan tanam ini, menurut Hasanuddin, salah satunya dipicu harga jual bawang merah yang tinggi saat itu. Padahal, menurutnya, tingginya harga bawang merah saat itu lebih disebabkan adanya masalah administratif tata niaga yang menyebabkan terlambatnya realisasi impor bawang merah.
“Ada sedikit kisruh administratif di awal 2013 ini, menyebabkan realisasi impor bawang merah terlambat. Akibatnya harga bawang merah di pasaran membubung tinggi di Januari sampai Maret,” ungkapnya.
Saat itu, lanjutnya, petani menjual semua pasokan bawang merahnya, termasuk juga benih-benihnya. Hal ini menyebabkan petani kekurangan benih ketika musim tanam datang. Hal ini memaksa pemerintah melakukan impor benih.
“Saat itu pemerintah terpaksa impor benih karena memang kekurangan. Kuota saat itu sebanyak 10.000 ton benih, sulitnya mendapatkan benih membuat harganya naik. Realisasi impor benihnya ini hanya sekitar 6.000 ton saja,” ungkapnya.
Naiknya harga benih juga memicu naiknya harga bawang merah, karena selama ini harga benih berkontribusi sekitar 15% hingga 20% dari total biaya produksi yang dikeluarkan petani. Untuk setiap hektare lahan, diperlukan benih antara 800 kg hingga 1 ton, dengan hasil panennya sekitar 8 ton hingga 10 ton.
“Secara psikologis naiknya harga bawang merah juga membuat harga benih ikut naik. Padahal benih sendiri menyumbang 20% dari total biaya produksi yang dikeluarkan petani. Oleh karena itu naiknya harga benih juga menaikkan harga bawang merah petani,” terangnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Ramdansyah mengatakan pemerintah kurang tepat dalam mengambil momentum menaikkan harga BBM pada 24 juni 2013, karena saat itu bertepatan dengan puasa dan Lebaran yang biasanya dibarengi dengan kenaikan harga pangan.
Selain itu, adanya miskoordinasi antar kementerian mengakibatkan penyelesaian masalah kenaikan harga pangan semakin sulit. Masyarakat kecil, lanjutnya, adalah orang pertama yang menjadi korban.
Untuk itu, menurutnya, realisasi impor daging dan beberapa produk hortikultura saat ini dirasa lebih realistis meskipun harus tetap memperhatikan kepentingan petani dalam negeri.
“Target realisasi impor daging dan hortikultura untuk stabilisasi harga tentunya cukup realistis. Miskoordinasi impor juga harus diselesaikan di tingkat menko,” katanya.