Bisnis.com, JAKARTA - Pneumonia dan diare merupakan penyakit infeksi yang menjadi penyebab utama kematian bayi di Indonesia dengan lebih dari 50 ribu balita meninggal per tahun akibat penyakit tersebut.
"Salah satu kabupaten dengan angka kematian anak balita (Akaba) tertinggi di Indonesia ada di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, di mana pada 2011 diperkirakan Akaba sebanyak 122 per 1.000 kelahiran hidup," kata Direktur Bina Kesehatan Anak Jane Soepardi dalam temu media di Jakarta, Jumat (19/7/2013).
Daerah Indonesia Timur disebut Jane merupakan daerah dengan kematian anak dan balita yang cukup tertinggi terutama bagi masyarakat di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang sulit dijangkau oleh petugas kesehatan.
Padahal pengobatan seharusnya sederhana dan murah namun akses yang sulit menyebabkan masih banyak kematian anak dan balita akibat kedua penyakit ini.
Studi mortalitas 2013 menyatakan penyebab kematian anak balita terbesar di Jayawijaya adalah pneumonia (56%) dan diare (20%).
Pengobatan bagi pneumonia seharusnya mudah yaitu dengan memberikan kotrimoksazol untuk pengobatan pneumonia serta memberikan oralit dan tablet zinc untuk pengobatan diare dan untuk pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian ASI ekslusif bagi bayi 0-6 bulan serta membiasakan untuk hidup sehat seperti mencuci tangan memakai sabun.
Sementara itu, untuk menjangkau anak-anak di daerah terpencil, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) melakukan uji coba program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di enam kabupaten di lima provinsi yaitu Aceh, Kalimantan Timur, NTT dan Papua).
"MTBS berbasis masyarakat ini terbukti berhasil, banyak anak-anak yang tidak dapat menjangkau tenaga kesehatan dapat ditolong oleh kader-kader ini," kata Jane.
Pada 2011, program MTBS-M di Jayawijaya itu melatih 34 kader kesehatan yang tersebar di lima puskesmas dan selama Januari-Desember 2012, pata kader tersebut menangani 1.144 kasus anak balita sakit (360 kasus pneumonia dan 255 kasus diare).
"Program ini berhasil menjangkau anak balita sakit di wilayah yang sangat sulit. Tanpa dedikasi para kader dan kerjasama yang baik dengan tenaga kesehatan, sebagian besar anak balita di wilayah sulit ini tidak mendapatkan akses ke layanan pengobatan," papar Jane.
Namun kesuksesan program MTBS itu diakui Jane masih belum mendapatkan dukungan dari beberapa pemerintah daerah yang khawatir mengenai bahaya kader mengobati anak secara langsung.
Padahal dukungan pemda itu disebut Jane sangat penting bagi kelangsungan program yang disebutnya diawasi ketat oleh tenaga kesehatan dari puskesmas setempat yang secara rutin akan melakukan evaluasi terhadap para kader.