Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inilah 'Pil Pahit' yang Harus Ditelan atas Kenaikan Harga BBM

Bisnis.com, JAKARTA - Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akhir bulan Juni ini tanpa ayal lagi langsung berimbas pada naiknya biaya angkutan (transportasi) baik pribadi maupun umum.

Bisnis.com, JAKARTA - Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akhir bulan Juni ini tanpa ayal lagi langsung berimbas pada naiknya biaya angkutan (transportasi) baik pribadi maupun umum.

Lebih jauh lagi Menkeu memperkirakan bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak pada kenaikan tingkat inflasi yang bakal terjadi sepanjang bulan Juli ini. Dengan prediksi naiknya tingkat inflasi, secara tidak langsung Menkeu ingin menyampaikan bahwa akan terjadi penurunan daya beli masyarakat sebagai akibat naiknya harga barang-barang dan jasa yang disebabkan kenaikan biaya angkutan secara umum.

Hubungan sebab-akibat antara naiknya harga barang dan tingkat inflasi yang disampaikan oleh Menkeu sebenarnya juga menyimpan asumsi bahwa seluruh sektor perekonomian tanpa terkecuali akan terimbas oleh naiknya biaya angkutan berbasis minyak. Naiknya biaya ini diperkirakan akan memperlambat aktivitas di segala sektor secara umum atau dengan kata lain terjadinya resesi.

Resesi berkepanjangan dan naiknya tingkat inflasi yang tidak terkendali adalah dua hal yang harus dihindari sebagai dampak naiknya harga BBM.

Pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sendiri, terlepas dari pro-kontra akan efektivitasnya, merupakan kebijakan yang diterapkan pemerintah dengan tujuan mencegah turunnya daya beli kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi terendah dan dengan demikian mengerem laju tingkat inflasi yang berlebihan pada jangka pendek.

'pil pahit' ini akan menjadi obat penyehat dalam jangka panjang

Seberapa besarkah pengaruh naik turunnya harga BBM bagi biaya angkutan secara umum? Apa yang bisa kita lakukan untuk meredam dampak perubahan harga BBM pada biaya angkutan dan selanjutnya pada harga-harga barang dan jasa?

TERTINGGI

Hasil penelitian Biro Litbang Kemenhub menyebutkan bahwa di antara komponen total biaya produksi berbagai komoditas, secara rata-rata besarnya komponen biaya transport barang adalah sebesar 14,03%. Berdasarkan data Bank Dunia 2007, di kawasan Asia tenggara biaya angkutan Indonesia ini adalah salah satu yang tertinggi dan hanya lebih murah dari Laos saja.

Lebih lanjut, data Dirjen Bina Marga 2009 menyebutkan bahwa 90,3% dari total volume angkutan barang di Indonesia masih diangkut lewat moda jalan raya. Sementara itu, penelitian yang diadakan The Asia Foundation pada tahun 2008 mengungkapkan besarnya komponen biaya BBM dari total biaya operasional angkutan barang lewat jalan raya di Indonesia 39%.

Dari data di atas dapat dihitung secara kasar rata-rata besarnya komponen biaya BBM untuk angkutan barang di Indonesia dibandingkan dengan biaya produksi barang, yaitu minimum sebesar 5,5%. Sebagai persentase komponen biaya BBM angka ini termasuk sangat tinggi. Persentase komponen biaya angkutan barang di negara kepulauan seperti Jepang, misalnya hanyalah sebesar 4,8% dan sudah mencakup seluruh komponen biaya angkutan, tidak sekedar komponen biaya BBM.

Melihat besarnya ketergantungan angkutan barang akan BBM mungkin kita bisa berdalih bahwa semua kerugian yang terkait dengannya seperti defisit anggaran akibat subsidi BBM dilakukan untuk meningkatkan Pendapatan Nasional Bruto atau PNB.

Yang tidak terlihat dalam data di atas adalah peranan angkutan orang dan penumpang lewat kendaraan pribadi yang tidak secara langsung mendatangkan PNB. Penelitian Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2011 menyebutkan dampak transportasi penumpang lewat kendaraan pribadi dalam rendahnya intensitas konsumsi enerji di transport sektor. Secara keseluruhan 51% dari konsumsi minyak di negeri kita dilakukan oleh sektor transportasi.

Salah satu kunci pemutusan untuk meredam dampak naiknya BBM, yang disusul oleh naiknya ongkos angkutan serta harga barang dan jasa adalah melepas ketergantungan kita pada angkutan jalan raya.

Berbagai wacana dan strategi di bidang perhubungan di tingkat antar wilayah untuk mengalihkan angkutan barang dari moda jalan raya ke moda laut dan jalan rel sebenarnya sudah dipersiapkan oleh Kemenhub, seperti pelaksanaan konsep sistem rute pelayaran Barat-Timur Indonesia yang disebut Pendulum Nusantara, maupun wacana pemaksimalan penggunaan jalan rel pantai utara di Jawa untuk angkutan barang.

Kunci lain di luar bidang perhubungan terletak pada strategi pola pembangunan ruang dan wilayah. Pemberian prioritas pada pengembangan sentra kegiatan ekonomi baru di luar yang sudah ada dan mapan merupakan strategi jangka panjang dengan ruang lingkup antar wilayah (nasional) yang lebih bersifat struktural karena strategi ini akan menekan permintaan akan perjalanan itu sendiri.

OBAT JANGKA PANJANG

Strategi yang didasari oleh kerangka pemikiran Geografi Ekonomi Baru (New Economy Geography atau NEG) ini digagas oleh pemenang nobel ekonomi Paul Krugman. Krugman memberikan landasan teori akan terbentuknya sentra-sentra kegiatan ekonomi yang baru sebagai reaksi atas naiknya biaya angkutan.

Secara kasar, pembentukan sentra-sentra ekonomi baru ini memperkecil waktu dan biaya tempuh secara umum dan berpotensi mengurangi kesenjangan ekonomi antarwilayah.

Pembentukan sentra-sentra yang akan diikuti oleh perpindahan modal dan tenaga kerja merupakan proses yang akan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini sesuai dengan situasi dewasa ini di mana kemungkinan penurunan harga minyak per barel adalah sangat kecil dan pertumbuhan pembangunan infrastruktur non-jalan antar wilayah di negara kita tidak siginifikan.

Bagaimana kita bisa menanggapi naiknya biaya angkutan sebagai peluang dengan kebijakan pengembangan wilayah yang tepat dalam kerangka pemikiran ini adalah pertanyaan untuk didiskusikan lebih lanjut.

'Pil pahit' naiknya BBM dapat menjadi racun mematikan yang membawa kita pada resesi berkepanjangan saat kita tetap memprioritaskan moda angkutan jalan raya dan polaritas pengembangan wilayah pusat-daerah. Sebaliknya 'pil pahit' ini akan menjadi obat penyehat dalam jangka panjang saat kita memutuskan untuk mulai memprioritaskan moda nonjalan raya dan penyebaran sentra-sentra kegiatan ekonomi. Sekarang adalah momentum yang sangat krusial untuk mengambil keputusan.


*> Joko Purwanto adalah peneliti bidang ekonomi transportasi pada Transport & Mobility Leuven, Belgia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Joko Purwanto
Editor : Lahyanto Nadie

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper