BISNIS.COM, JAKARTA-Proses bioremediasi yang dilakukan oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dinilai telah sesuai dengan prosedur yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup terkait pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Asisten Deputi Verifikasi Pengolahan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup Wirjono Koesmoedjihardjo mengatakan apa yang dilakukan CPI dalam kegiatan bioremediasinya telah sesuai dengan aturan.
Bahkan teknik bioremediasi yang dikontrakkan kepada PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya merupakan teknik yang paling efektif dan murah.
“Secara administrasi, apa yang dilakukan CPI tidak salah. Secara teknis pun CPI telah sesuai dengan ketentuan yang ada, dimana total petroleum hydrocarbon [TPH] tidak boleh melebihi 15%,” katanya di Jakarta, Sabtu (29/6/2013).
Wirjono menjelaskan lokasi dalam proses bioremediasi (pemurnian tanah yang tercemar minyak mentah) itu juga telah sesuai dengan aturan yang ada, dimana bioremediasi dilakukan dilokasi yang bebas banjir dan bukan wilayah resapan air agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Menurutnya, bioremediasi yang dipersoalkan oleh Kejaksaan merupakan kelanjutan dari kegiatan serupa yang telah dilakukan perusahaan sejak 2003 lalu. Sayangnya, pihak Kejaksaan tidak melihat hal tersebut dan lebih fokus pada potensi kehilangan penerimaan negara yang diakibatkan oleh kegiatan itu.
Kardiansyah, Deputi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup sebelumnya juga mengatakan pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan bioremediasi itu. Pasalnya, CPI telah mengantongi izin untuk melakukan kegiatan tersebut.
“Kami memiliki standar, aturan dan persyaratan dalam pengelolaan limbah. Untuk lumpur misalnya, harus dibuang di lokasi yang memiliki kedalaman 500 meter lebih,” tuturnya.
Seperti diketahui, kasus bioremediasi berawal dari praktik bioremediasi (pemurnian tanah yang tercemar minyak mentah) Chevron yang dinilai tidak dilakukan secara benar, karena tidak melakukan uji karakteristik dan tidak memakai mikroorganisme secara benar.
Majelis hakim pun telah memutus dua orang terdakwa dalam kasus hukum ini bersalah. Mereka adalah Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri dikenai hukuman lima 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan uang pengganti US$3,089.
Kemudian, Direktur PT Sumigita Jaya Herland bin Ompo yang dihukum enam tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan dan wajib bayar uang pengganti US$6,9 juta.
PT GPI berperan sebagai pelaksana teknis kegiatan bioremediasi di lahan tercemar minyak Chevron. Sedangkan PT Sumigita didakwa tidak mengantongi izin pengolahan limbah sesuai PP No. 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.