BISNIS.COM, JAKARTA—Pemerintah perlu mewaspadai tren kenaikan rasio kewajiban utang luar negeri terhadap cadangan devisa.
Tony Prasetiantono, Ekonom Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan pemerintah perlu mewaspadai kondisi itu dengan adanya rencana penambahan pembiayaan luar negeri untuk pembiayaan defisit anggaran yang membengkak di tengah tren penurunan cadangan devisa.
“Itu harus diwaspadai, tetapi tidak cuma mewaspadai utang luar negeri pemerintah, namun juga swasta karena sama-sama mempengaruhi cadangan devisa,” tulisnya dalam pesan singkat kepada Bisnis, Minggu (9/6).
Rasio kewajiban utang luar negeri terhadap cadangan devisa mengalami tren yang meningkat sejak 2011, setelah sempat mengalami penurunan sejak 2009.
Data Ditjen Pengelolaan Utang menunjukkan sejak 2009 sampai 2011, rasio kewajiban utang luar negeri terhadap cadangan devisa menurun dari 17,9% pada 2099 menjadi 7,4% pada 2011. Namun, pada 2012 rasionya meningkat menjadi 7,9%. Adapun pada 2013, rasionya diproyeksikan mencapai 8,7%.
Seperti diketahui, risiko pembengkakan defisit anggaran APBN 2013 menyebabkan pemerintah berencana menambah utang luar negeri, baik melalui penambahan penerbitan SBN valas maupun pinjaman program.
Padahal, cadangan devisa sampai dengan akhir Mei 2013 cenderung mengalami tren yang menurun, yaitu sebesar US$112,8 miliar pada akhir Desember 2012 menjadi sekitar US$105 miliar pada akhir Mei 2013.