BISNIS.COM, JAKARTA— Defisit transaksi modal dan finansial yang terjadi di Kuartal I/2013 bukan disebabkan adanya arus keluar [capital outflow] dari investasi asing.
Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia mengatakan defisit itu terjadi sebagai ekses dari langkah Bank Indonesia (BI) mengambil alih penyediaan sebagian besar kebutuhan valuta asing (valas) bagi Pertamina untuk mengimpor minyak.
“BI intervensi untuk mengurangi permintaan valas yang besar di pasar [yang digunakan Pertamina untuk mengimpor minyak] sehingga akan mengurangi tekanan kepada rupiah,” katanya, Kamis (16/5/2013).
Tingginya permintaan valas akan melemahkan nilai tukar rupiah. Difi mengungkapkan pengambilalihan ini memungkinkan BI memasok valas ke Pertamina dengan kurs tertentu agar stabilitas rupiah masih bisa dijaga.
Biasanya, lanjut Difi, kebutuhan valas ini dipenuhi oleh perbankan sehingga langkah BI tersebut menyebabkan perbankan memiliki kelebihan likuiditas valas. Hal inilah, imbuh Difi, yang menyebabkan perbankan menempatkan likuiditas valasnya ke luar negeri sehingga menyebabkan defisit transaksi modal dan finansial.
Dalam laporan Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal I/2013 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, defisit transaksi modal dan finansial tercatat sebesar US$1,4 miliar. Defisit ini terutama disumbangkan oleh defisit pada komponen investasi lainnya, mencapai US$7,7 miliar. (ltc)
