BISNIS.COM, JAKARTA—Penunjukan tiga perusahaan oleh pemerintah berisiko terkendala masalah distribusi. Infrastruktur dan biaya transportasi yang timbul tidak akan menyelesaikan permasalahan disparitas harga gula di daerah perbatasan.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pembangunan Kawasan Perbatasan Endang Kesumayadi mengatakan persoalan gula perbatasan belum bisa terselesaikan sepanjang kebijakan pemerintah tidak sejalan dengan kondisi di lapangan. Kementerian Perdagangan harus mencermati kembali aturan yang sudah ditetapkan terkait tata niaga dan aturan impor.
“Secara matematik dan logika, gula yang didatangkan dari Jawa tidak mungkin bisa bersaing karena besarnya biaya angkutan. Infrastruktur dan konektivitas nasional belum mendukung,” kata Endang, Rabu (15/5/2013).
Endang memaparkan biaya angkut barang dari Jawa ke Pontianak diperkirakan Rp1.000-Rp2.000 per kg. Biaya angkut tersebut masih bertambah untuk pengiriman ke daerah perbatasan dengan biaya yang sama, sehingga besarannya menjadi dua kali lebih besar.
Alhasil, biaya gula dari Jawa masih lebih tinggi dari Malaysia. Saat ini, gula yang masuk ke perbatasan dari Malaysia mencapai 500 ton per hari dan tiap bulan mencapai 15.000 ton.
Kadin dan Asosiasi Pengusaha Pedagang Perbatasan Indonesia (AP3I) telah bersepakat agar perdagangan yang dilakukan antara Indonesia-Malaysia menjadi legal. Negara bisa diuntungkan dengan tarif bea masuk yang diperkirakan mendatangkan pemasukan sebesar 10%.
“Ijin impor yang diajukan itu memang untuk menghilangkan gula ilegal yang terjadi selama ini, sehingga bisa memberikan devisa bagi negara. ijin impor itu bisa menjadi bukti pemberian pengayoman kepada dunia usaha daerah untuk tidak melawan hukum,” ujarnya.
Pihaknya berharap, Kementerian Perdagangan bisa memberikan ijin impor kepada pengusaha setempat sebagai bentuk pemberdayaan pengusaha daerah yang menjadi pelaku ekonomi kawasan perbatasan. (mfm)