BISNIS.COM, JAKARTA-Lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service memperingatkan prospek (outlook) peringkat kredit Indonesia berpotensi menjadi negatif dari sebelumnya stabil, karena pemerintah menunda pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara terus-menerus.
“Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sehat, Baa3 stabil, kami memprediksi GDP pada 2013 tumbuh 6%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun lalu 6,2%, dipicu oleh besarnya konsumsi bahan bakar dan ketidakmampuan pemerintah untuk mempengaruhi subsidi. Ini merupakan [outlook] kredit negatif,” ungkap Analis Senior Moody’s Investors Service Singapore Christian de Guzman dalam riset yang diterima Bisnis, Senin (6/5/2013).
Tanpa pengurangan subsidi BBM, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan bahwa defisit fiskal tahun ini bisa membengkak hingga 3,8% dari PDB. Angka tersebut lebih tinggi dari perkiraan Kementerian Keuangan pada awal April 2,4%. Selain itu, defisit transaksi berjalan cenderung melebar, memperburuk tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan inflasi.
Pada saat yang sama, pengurangan subsidi BBM akan menimbulkan risiko terbalik bagi inflasi. Selama 12 bulan yang berakhir pada April, inflasi tercatat sebesar 5,6%, melewati target inflasi akhir tahun dari Bank Indonesia yang sebelumnya ditetapkan sebesar 3,5%--5,5%.
“Selain itu, pelemahan berkepanjangan dalam neraca pembayaran dapat menyebabkan depresiasi rupiah lebih lanjut, akibatnya inflasi akan meningkat dari barang impor".
Pada awal tahun lalu, Moody’s sudah meningkatkan peringkat kredit Indonesia menjadi Baa3 dari Baa1 dengan outlook stabil, yang merupakan peringkat layak investasi (investment grade).
Sebelumnya, S&P telah menurunkan prospek peringkat utang Indonesia menjadi ‘stabil’ dari positif karena penundaan penaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah.(yus)