BISNIS.COM, JAKARTA--Sejumlah masalah siap mengadang opsi pemberlakuan dua harga untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengendalikan beban subsidi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Opsi yang akan berdampak pada pemisahan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) berdasarkan harga jual BBM subsidi itu dianggap dapat memunculkan lonjakan jumlah sepeda motor. Pasalnya, dalam opsi yang masih di kaji Kementerian ESDM itu sepeda motor dan kendaraan angkutan diperbolehkan membeli BBM subsidi dengan harga Rp4.500 per liter.
Andriansyah, Sekretaris Jenderal Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) mengatakan penerapan dua harga untuk BBM subsidi harus diikuti dengan perbaikan kualitas angkutan umum. Jika tidak, maka kebijakan itu justru akan menambah jumlah sepeda motor yang beredar di jalanan.
“Kalau kualitas angkutan umum tidak diperbaiki, maka pengguna mobil pribadi akan beralih ke sepeda motor, itu artinya konsumsi BBM subsidi untuk sepeda motor juga akan meningkat,” katanya saat dihubungi di Jakarta hari ini, Minggu (28/4/2013).
Peningkatan penggunaan sepeda motor ini juga menurutnya, akan berpotensi meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas. Pasalnya, kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi saat ini sebagian besar melibatkan sepeda motor.
Sementara pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan kebijakan dua harga BBM subsidi akan memunculkan kebingungan bagi masyarakat dan tindak penyelewengan yang semakin besar. Disparitas harga yang dimunculkan oleh kebijakan itu, dipercaya akan memunculkan praktik penyelewengan baru di lapangan.
“Nanti akan banyak angkutan penumpang yang lebih memilih untuk menyelewengkan BBM subsidi harga Rp4.500 per liter dibandingkan mengangkut penumpang,” katanya di Jakarta akhir pekan lalu.
Menurutnya, pengendara angkutan umum dan sepeda motor akan dengan senang hati menyalurkan BBM subsidi kepada mobil di luar SPBU karena ada disparitas harga. Padahal, pemerintah harusnya memperkecil disparitas harga untuk meminimalkan potensi penyelewengan BBM subsidi.
Selain itu, potensi keributan di SPBU yang ditimbulkan karena adanya pengendara mobil pribadi yang memaksa untuk mengisi BBM subsidi dengan harga Rp4.500 per liter pun akan semakin besar. Saat ini saja, banyak kendaraan angkutan perkebunan, kehutanan dan pertambangan yang lebih memilih mengantre untuk mendapatkan solar bersubsidi.
Padahal, saat ini telah ada Peraturan Menteri ESDM No. 1/2013 yang melarang kendaraan angkutan perkebunan, kehutanan dan pertambangan bersama kendaraan pelat merah menggunakan BBM bersubsidi. Akan tetapi pada praktik di lapangan, pengendara kendaraan angkutan tetap mengaku berhak menggunakan BBM subsidi.
Potensi keributan itu juga dikeluhkan sejumlah pengusaha SPBU. Salah seorang pengusaha SPBU Syarif Hidayat mengaku terpaksa meminta operator di SPBU miliknya tidak terlalu ngotot menerapkan opsi itu jika nanti telah diputuskan pemerintah.
Hal itu dilakukan Syarif untuk meminimalkan potensi keributan dan menjamin keselamatan pegawainya di lapangan. “Selama ini saja operator kami banyak yang mengalami tekanan dari orang yang memaksa mengisi premium. Padahal jelas kendaraan itu dilarang dan ada aturan yang melarangnya,” ungkapnya.
Belum terbangunnya infrastruktur pengawasan yang memadai, lanjut Syarif, mengakibatkan opsi dua harga sulit dilakukan. Sampai saat ini saja, belum ada kriteria yang jelas mengenai kendaraan jenis apa saja yang boleh menggunakan BBM subsidi dan yang tidak boleh menggunakan BBM subsidi.
“Harus dibuatkan kriteria yang jelas dan pengawasan yang tegas. Jangan sampai nanti ada pengendara mobil tua yang merasa masih berhak menggunakan BBM subsidi,” jelasnya.
Tidak jelasnya aturan teknis dan pelaksanaan dari aturan yang dikeluarkan pemerintah pun sempat membuat sejumlah antrean di dekat SPBU berbagai daerah. Aturan yang menyebut kendaraan angkutan perkebunan, kehutanan dan pertambangan dilarang menggunakan BBM subsidi itu tidak dibekali dengan kriteria detil ketiga jenis kendaraan itu.
“Kami di lapangan kebingungan saat menerapkan di lapangan, karena meski jelas mereka membawa hasil perkebunan dan kehutanan, mereka tidak mengaku,” kata VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir.
Saat ini sendiri Pertamina telah menyiapkan teknis pelaksanaan opsi dua harga BBM subsidi. Perseroan telah membuat dan menyediakan penanda yang akan ditempatkan di seluruh SPBU agar masyarakat dapat membedakannya.
Bahkan, Pertamina telah memiliki skema empat jenis SPBU yang diterapkan di seluruh Indonesia. Kemudian, pemetaan jenis SPBU pun telah selesai dilakukan dan siap dilaksanakan ketika Presiden memutuskan opsi tersebut sebagai kebijakan resmi pemerintah.
Sementara itu, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan berbagai kemungkinan kondisi yang terjadi saat penerapan dua harga BBM subsidi telah dipikirkan pemerintah. Termasuk rencana pembatasan pembelian bahan bakar untuk sepeda motor per hari untuk menanggulangi penyelewengan.
“Antisipasi lonjakan penyelewengan dan lonjakan pengguna sepeda motor akan dilakukan dengan pembatasan volume yang di beli per harinya,” katanya.
Menurutnya, subsidi BBM memang sudah terlalu membebani anggaran negara, sehingga kedepannya juga pemerintah memikirkan cara untuk mengurangi subsidi secara bertahap. Upaya tersebut akan dilakukan dengan mengedepankan perlindungan kepada masyarakat dari dampak langsung pengurangan subsidi BBM.