BISNIS.COM, JAKARTA--Pemerintah mengkaji pemberlakuan dua harga yang berbeda untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis premium sebagai kebijakan pembatasan subsidi yang terus dirumuskan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan opsi kebijakan pembatasan subsidi BBM sudah mengerucut pada pengurangan subsidi untuk kelompok masyarakat mampu. Pemerintah akan memberlakukan harga premium yang lebih mahal kepada kelompok masyarakat tersebut.
“Nanti bisa ada dua harga premium dengan jenis dan RON [research octane number] yang sama. Awalnya kan ada opsi diproduksi BBM jenis baru dengan RON 90, tetapi itu tidak mudah melaksanakannya,” katanya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/4).
Jero menjelaskan dalam opsi itu nantinya kelompok masyarakat mampu akan dikenakan harga premium yang lebih mahal dibandingkan dengan kelompok masyarakat menengah ke bawah. Akan tetapi, harga yang dikenakan kepada kelompok masyarakat yang mampu itu juga masih tetap mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Jero mencontohkan mobil dengan kriteria tertentu akan dikenakan harga premium di atas Rp4.500 sesuai kebijakan pemerintah, sedangkan untuk sepeda motor dan kendaraan angkutan tetap dapat membeli premium dengan harga Rp4.500.
Untuk memuluskan kebijakan itu, lanjut Jero, nantinya juga akan ada pemisahan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) untuk kendaraan yang dikenakan harga yang lebih mahal. Saat ini, Kementerian ESDM terus menyusun detil pelaksanaan dan aturan pendukungnya dengan menghitung jumlah SPBU yang ada saat ini dan pengaturan untuk wilayah yang hanya memiliki 1 SPBU.
Menurutnya, pemerintah juga harus memikirkan perlindungan kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah atas inflasi yang ditimbulkan dari kebijakan itu. “Kompensasi yang kami pikirkan itu seperti menambah berasnya, memberikan beasiswa, memberikan bantuan langsung tunai [BLT], pokoknya urusannya adalah menyelamatkan APBN, sehingga pembangunan bisa lancar,” ungkapnya.
Hanung Budya, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) mengatakan pihaknya siap melaksanakan apapun keputusan pemerintah terkait pembatasan subsidi BBM. “Apapun yang diputuskan pemerintah nantinya, kami siap menjalankannya. Jangan berasumsi dulu, karena kami juga belum tahu apa yang akan diputuskan pemerintah nantinya,” tuturnya.
Sementara itu, peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Uka Wikarya mengatakan opsi pemerintah tersebut rawan kebocoran. Nantinya, bisa saja kendaraan angkutan mengisi premium untuk dijual kembali kepada mobil miliki kelompok masyarakat yang mampu.
“Kebijakan setiap SPBU hanya melayani konsumen tertentu sudah benar, jadi tidak ada campur aduk antara yang berhak mendapatkan subsidi dengan yang tidak berhak. Hanya saja pemerintah perlu membuat mekanisme pengawasannya di setiap SPBU,” jelasnya.
Meski belum dapat merinci jumlah penghematan yang dapat dihasilkan dari kebijakan tersebut, Uka menyebut pemberlakuan harga yang berbeda itu akan berpengaruh besar pada beban subsidi pada APBN. Pasalnya, hasil kajian yang dibuat UI menunjukkan 60% premium selama ini dikonsumsi oleh mobil pribadi.
Menurutnya, opsi pemerintah itu cukup adil karena tidak memaksa kelompok masyarakat menengah ke bawah untuk membeli premium dengan harga yang lebih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
subsidi bbm menteri esdm esdm premium jero