BISNIS.COM, JAKARTA--- Wakil Ketua Komisi VII DPR Achmad Farial mendesak pemerintah segera mengendalikan pemakaian BBM subsidi menyusul keputusan PT Pertamina menetapkan PT INTI sebagai pemenang tender sistem monitoring dan pengendalian komoditas tersebut.
"Pertamina sudah menetapkan INTI sebagai pemenang tendernya. Pemerintah mesti segera mengendalikan BBM subsidi," katanya di Jakarta, Rabu (3/4/2013).
Menurut dia, pengendalian dengan memakai sistem teknologi informasi (TI) tersebut merupakan amanat rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Jero Wacik beberapa waktu lalu. "Kesimpulan rapat waktu itu, pemerintah diminta menjalankan pengendalian berbasis teknologi informasi," katanya.
Farial menambahkan, pihaknya juga meminta agar biaya sistem pengendalian BBM tersebut berkisar antara Rp15 dan Rp20 per liter. "Kalau INTI bisa di antara biaya itu, sudah bagus," katanya.
Ia mengatakan, semakin lama sistem pengendalian BBM subsidi dengan teknologi informasi tersebut dijalankan, maka makin membengkak anggaran subsidinya.
Dengan sistem TI, maka pemberian subsidi bisa dikendalikan dan hanya orang miskin yang berhak menerimanya. "Sistem ini akan mencegah penyalahgunaan BBM subsidi, sehingga diharapkan pemakaian BBM lebih terkontrol dan sesuai sasaran," katanya.
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan INTI akan memasang sistem TI di SPBU Pertamina yang berjumlah 5.027 unit di seluruh Indonesia. "Tahap awal, pada Juli ini sudah terpasang di SPBU Jabodetabek," katanya.
Selanjutnya, BUMN tersebut akan memasang sistem TI di seluruh seluruh SPBU pada 2014. Namun, Ali enggan menjelaskan nilai proyek termasuk sumber pendanaan dari pemerintah atau Pertamina sendiri. "Nanti, akan kami jelaskan," katanya.
Sebelumnya, tender teknologi informasi di Pertamina menyisakan dua peserta yakni PT Telkom Tbk dan INTI dari sebelumnya diundang 16 perusahaan.
Pertamina telah mengumumkan pengadaan sistem TI secara terbuka pada 17 Desember 2012. Saat "technical meeting" 20 Desember 2012 tercatat empat perusahaan yang seluruhnya BUMN berminat yaitu PT Sucofindo, PT LEN, INTI dan Telkom.
Pada 9 Januari 2013, LEN, INTI dan Telkom memasukkan dokumen teknis dan yang lolos INTI dan Telkom. Tahapan selanjutnya adalah uji kemampuan peralatan oleh Telkom dan INTI pada periode 20 Februari hingga 1 Maret 2013. Serta, proses pemasukan penawaran harga pada 1 Maret 2013 dan negosiasi hingga 19 Maret 2013.
Berdasarkan evaluasi teknis dan harga, Pertamina menetapkan INTI sebagai pemenang tender. Program pengendalian berbasis teknologi informasi tersebut dinamakan Pertamina sebagai Sistem Monitoring dan Pengendalian (SMP).
SMP akan memantau secara "online" penyaluran BBM jenis premium dan solar bersubsidi yang keluar dari 91.311 nozzle di 5.027 SPBU seluruh Indonesia. Alat tersebut akan dipasang di seluruh nozzle SPBU dan kendaraan.
Dengan peralatan itu, maka penggunaan BBM di masing-masing kendaraan akan terpantau secara "online".
Jika kendaraan telah ditetapkan tidak berhak menerima subsidi atau sudah melampaui kuotanya, maka secara otomatis BBM tidak dapat mengalir ke dalam tangki kendaraan tersebut.
Melalui sistem tersebut, Pertamina memperkirakan dapat menekan kebocoran BBM subsidi hingga 1,5 juta kiloliter atau berhemat senilai Rp7,5 triliun.
Untuk penerapan SMP, sesuai kajian ITB, biaya yang dibutuhkan diperkirakan sekitar Rp20 per liter atau Rp800 miliar dengan asumsi konsumsi 40 juta kiloliter per tahun.
Pertamina berencana melakukan kontrak tahap awal dengan pemasok sistem teknologi informasi selama lima tahun.
Pemerintah memperkirakan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi pada 2013 akan mencapai 48,39 juta kiloliter atau 2,38 juta kiloliter di atas target APBN sebesar 46,01 juta kiloliter.
Perkiraan konsumsi tersebut sudah memperhitungkan program penghematan yang dilakukan mampu menekan pemakaian BBM bersubsidi 1,26 juta kiloliter.
Sementara, konsumsi BBM bersubsidi tanpa penghematan akan mencapai 49,65 juta kiloliter atau defisit 3,64 juta kiloliter dibandingkan kuota APBN. (msb)