BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM) akan mendatangi proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Rajabasa bersama Kementerian Kehutanan dan Sekretaris Wakil Presiden guna memantau persoalan yang dihadapi proyek yang masuk program percepatan (fast track program/FTP) 10.000 megawatt tahap 2.
Rida Mulyana, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan kunjungan lapangan yang dilakukan bersama-sama itu untuk melakukan monitoring lapangan secara langsung.
Hal itu disebabkan berlarut-larutnya persoalan perizinan yang dihadapi Supreme Energy dalam mengembangkan PTLP di Rajabasa.
Rida mengungkapkan sebelumnya juga Kementerian ESDM telah melakukan pengecekan terhadap kewajiban Supreme Energy dalam pengajuan izin pinjam pakai kawasan hutan.
“Pengecekan itu untuk mempercepat proses pengembangan PLTP itu dan masuk dalam proses eksplorasi,” katanya di Jakarta, Senin (1/4)
Dalam pengecekan tersebut, Kementerian ESDM juga melihat apakah sosialisasi yang dilakukan perusahaan terkait proyek itu telah dilakukan dengan baik kepada masyarakat. Pasalnya, selama ini disebutkan masih ada kelompok masyarakat yang menolak pembangunan proyek tersebut.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Tisnaldi mengatakan areal proyek PLTP Rajabasa merupakan hutan lindung yang masih memungkinkan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan panas bumi. Supreme Energy sendiri telah mengajukan izin pinjam pakai kawasan hutan sejak 2011 lalu.
Sementara itu, President Director & CEO PT Supreme Energy Supramu Santosa mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi terkait proyek PLTP di Rajabasa sejak ditandatanganinya Power Purchase Agreement (PPA) PLTP Rajabasa tahun lalu.
“Meskipun telah menyiapkan investasi untuk proyek itu, akan tetapi kegiatan eksplorasi pertama di WKP itu masih terkendala. Saat ini, kami masih menunggu keluarnya izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan,” katanya.
Awalnya, PLTP itu ditargetkan dapat beroperasi secara komersial pada 2016, apalagi surat jaminan kelayakan usaha untuk PLN terhadap PLTP itu juga sudah diteken bersamaan dengan PPA. PLN sendiri nantinya akan membeli listrik dengan harga US$0,095 per kilowatt hour (kWh) dari pembangkit yang memiliki kapasitas 2 X 110 megawatt.
Ismoyo Agro, Head of Business Relation Supreme Energy mengatakan saat ini pihaknya telah melakukan pembebasan lahan yang di luar kawasan hutan. Selain itu, perusahaan juga tengah mempersiapkan pekerjaan konstruksi sipil untuk menunjang fasilitas pemboran eksplorasi.
“Saat ini kami lakukan pekerjaan di luar kawasan hutan saja dulu. Akan tetapi, keberlanjutan pekerjaan ini juga kami harapkan tidak sampai terganggu dengan belum keluarnya izin pinjam pakai kawasan hutan,” ungkapnya.
Ismoyo berharap izin pinjam pakai kawasan hutan dapat segera dikeluarkan Kementerian Kehutanan, sehingga perusahaan dapat terus melakukan kegiatan pengembangan panas bumi di wilayah itu. Saat ini juga Supreme Energy telah melakukan rekrutmen tenaga kerja sekuriti dari masyarakat lokal. (if)