BISNIS.COM, JAKARTA--PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk menjajaki kemungkinan menggunakan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) untuk mengamankan pasokan gas kepada sektor industri pascakenaikkan harga gas sebesar 15% pada 1 April 2013.
Ridha Ababil, Vice President Corporate Communication PGN mengatakan perseroan menjajaki penggunaan LNG dari terminal penampungan gas alam cair (floating storage regasification unit/FSRU) Lampung yang akan beroperasi pertengahan 2014.
Pasalnya, industri memaksa pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gas domestik saat memberlakukan kenaikan harga gas.
“FSRU Lampung memang beroperasi pertengahan 2014. Cuma nanti kami juga akan persiapkan pelanggan kami untuk menerima bagaimana kondisi harga gas saat itu [LNG dari FSRU Lampung] masuk,” katanya, Selasa (26/3/2013).
Seperti diketahui, Kementerian ESDM menandatangani surat penyesuaian harga gas Conoco Phillips dan Pertamina EP kepada PGN untuk industri dan PLN pada 30 Agustus 2012.
Kenaikan harga jual gas ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu 1 September 2012 sebesar 35% dan 1 April 2013 sebesar 15%.
Dalam keputusan itu juga diatur skema pembagian beban atas selisih kenaikan harga antara hulu dan hilir.
Skema berbagi beban dilakukan menyusul protes industri atas kenaikan harga yang ditetapkan PGN sebesar 55% dari US$ 6,6 ke US$ 10,2 per MMbtu mulai 1 Mei 2012 yang disebabkan peningkatan harga beli di hulu dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Pemerintah kemudian merevisi kenaikan harga gas PGN dan menurunkan besaran kenaikannya dari 55% menjadi 50% secara dua tahap.
Revisi kenaikan harga gas sebesar 5% itu membuat PGN meminta perubahan harga di hulu atau KKKS yang diberlakukan mulai 1 April 2012 dan menerapkan skema berbagi beban ke hulu dan hilir.
Ridha mengungkapkan saat ini PGN mengkaji beberapa opsi kebijakan terkait kebijakan tarif gas untuk industri.
“Karena masuknya LNG ini, kami masih dalam kajian apakah harga gas ini akan dijadikan satu dengan merata-rata harga gas, atau dibedakan harga gas LNG, gas dari FSRU, dan gas dari pipa,” ungkapnya.
Menurutnya, sektor industri harusnya memahami kenaikkan biaya beban PGN setelah harga beli gas dari Conoco Phillips naik dari US$1,8 per MMbtu menjadi US$5,6 per MMbtu.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Wijaya mengatakan pemerintah harus mampu memastikan pasokan gas untuk industri.
Pasalnya, konsumen telah bersedia untuk membayar kenaikkan harga gas itu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
“Kami akan mengikuti, karena sudah dibuatkan budget untuk diteruskan kepada konsumen. Jadi konsumen sudah siap membayar kenaikkan harga itu dan tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk tidak memenuhi penambahan permintaan dari industri,” katanya.
Pemerintah, lanjut Achmad, harus mendukung PGN untuk menyalurkan gas untuk memenuhi kebutuhan domestik. Apalagi saat ini Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berada di bawah pengawasan Kementerian ESDM.
“SKK Migas dan Kementerian ESDM sudah single windows. Jadi harusnya pemerintah mampu membuat kebijakan yang sinergis antara hulu dengan hilir,” jelasnya.
Belum terpenuhinya kebutuhan gas domestik juga sebelumnya dipersoalkan oleh PGN. Padahal, PGN memerlukan kepastian pasokan gas untuk membangun infrastruktur dengan kapasitas yang memadai dan terintegrasi dari hulu dan hilir. (ra)