BISNIS.COM, JAKARTA--PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk memerlukan prioritas pasokan gas dari pemerintah melalui mekanisme penunjukkan langsung agar dapat membangun infrastruktur gas dan memenuhi kebutuhan domestik.
Hendi Prio Santoso, Direktur Utama PGN mengatakan selama ini alokasi gas yang diberikan kepada perseroan masih belum cukup untuk permintaan domestik.
Padahal, perusahaan akan terus membangun infrastruktur dengan kapasitas yang memadai dan terintegrasi dari hulu hingga hilir tanpa membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Kami sudah menyampaikan persoalan kurangnya alokasi gas untuk PGN kepada pemerintah secara konsisten dari tahun ke tahun. Kurangnya pasokan gas itu juga mengakibatkan kami terkesan kurang diberdayakan, padahal kami memiliki potensi,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/3/2013).
Hendi mengungkapkan PGN sebenarnya memiliki kemampuan finansial untuk membeli dengan harga keekonomian dari pemasok gas di hulu.
Akan tetapi, selama ini permintaan perusahaan tersebut masih belum direalisasikan oleh pemerintah.
Perubahan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya mIneral (ESDM) No. 3/2010 sendiri memang mengatur prioritas alokasi gas bumi di dalam negeri untuk produksi minyak dan gas, pupuk, listrik, dan industri lainnya.
Sementara berdasarkan data SKK Migas, pada 2011 lalu diketahui PGN mendapatkan 732,3 MMscfd atau sekitar 8,7% dari total alokasi gas untuk domestik yang sekitar 3.461,6 MMscfd.
Hendi memperkirakan butuh tambahan pasokan gas sebanyak sekitar 500 MMscfd sampai 1.000 MMscfd untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Jumlah tersebut juga dapat digunakan untuk menutupi kekurangan pasokan gas dari pemasok gas yang sudah masuk dalam kontrak.
“Selama ini yang sudah terkontrak pun realisasinya tidak 100%. Dari yang sudah ada kontraknya itu realisasi pasokan gas hanya sekitar 70% dari yang disepakati dalam kontrak.
Akan tetapi kami tidak dapat memberikan pinalti ke penyuplai jika memasok dengan jumlah yang tidak sesuai kontrak,” ungkapnya.
Menurutnya, terlambatnya penyediaan pasokan gas dari kesiapan infrastruktur dan pasar dapat menciptakan krisis pengelolaan gas seperti di Medan.
“Begitu juga kalau tidak berjalannya pengembangan infrastruktur oleh pihak yang mendapatkan pasokan gas juga dapat mengakibatkan krisis pengelolaan gas seperti di Jawa Timur,” jelasnya.
Saat ini PGN juga telah memiliki pipa transmisi dan pipa distribusi gas dengan total panjang mencapai 5.910 kilometer.
Meski demikian, perseroan terus melakukan penambahan pembangunan infrastruktur pipa di Lampung sepanjang 88 kilo meter yang ditargetkan akan beroperasi pada 2014.
Selain itu, perseroan juga tengah menggarap pembangunan jaringan gas di Semarang, Jawa Tengah sepanjang 48 kilometer dan ditargetkan beroperasi pada 2015.
Kemudian pembangunan jaringan gas di Dumai sepanjang 113 kilometer dengan target beroperasi pada 2015.
Sementara itu, Komisi VII DPR mendukung PGN untuk mendapatkan prioritas pasokan gas dari pemerintah dengan mekanisme penunjukkan langsung.
Dengan demikian, PGN tidak lagi menjadi badan usaha milik negara yang beroperasi di bawah kemampuannya.
“Selama ini PGN terkesan under load [bekerja di bawah kemampuannya], sementara Pertamina over load [bekerja di atas kemampuannya]. Prioritas pasokan gas ini harus dapat mendongkrak kinerja PGN agar tidak hanya sekedar menjadi distributor dan trader gas,” ungkap anggota Komisi VII Dewi Aryani.
PGN, lanjut Dewi, harus melakukan ekspansi bisnis agar tidak terus bergantung pemasok di sektor hulu gas.
Ekspansi tersebut juga untuk menjadikan PGN sebagai perusahaan yang memiliki kualitas untuk mengendalikan gas di dalam negeri.