BISNIS.COM, JAKARTA--Pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) meminta komitmen pemerintah untuk membantu dalam mengeluarkan perizinan untuk memuluskan program percepatan (fast track program/FTP) 10.000 megawatt tahap 2.
Ismoyo Argo, Head of Business Relation PT Supreme Energy mengatakan saat ini masih ada proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) milik perusahaan yang terkendala persoalan perizinan dari Kementerian Kehutanan.
Padahal, proyek tersebut telah dimasukkan ke dalam memorandum of understanding (MoU) percepatan perizinan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Kementerian Kehutanan.
“Kami ini kan mengerjakan proyek yang dikontrol langsung oleh pemerintah, makanya perlu komitmen dari pemerintah untuk mempercepat persoalan izin ini agar semuanya bisa selesai tepat waktu,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Senin (18/3)
Ismoyo mengungkapkan saat ini PLTP Rajabasa, Lampung masih belum dapat dikerjakan karena izin pinjam pakai kawasan hutan belum dikeluarkan Kementerian Kehutanan. Izin itu sendiri telah diajukan sejak November 2011 lalu dan seluruh persyaratannya telah dinyatakan lengkap.
Akibatnya, hingga kini PLTP Rajabasa belum dapat dikerjakan karena 70% wilayah kerja eksplorasi panas bumi itu masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
Pengajuan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung, lanjut Ismoyo, diajukan bersamaan dengan perizinan PLTP di Rantau Dadap, Sumatra Selatan. PLTP Rantau Dadap saat ini telah masuk ke dalam tahap pembangunan infrastruktur pengembangan panas bumi di wilayah itu.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan pemerintah siap memfasilitasi IPP yang menghadapi persoalan perizinan dalam mengembangkan listrik di dalam negeri.
“Kalau masalah perizinan, kami pasti akan membantu untuk membicarakannya dengan pihak terkait, termasuk Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah,” ungkapnya.
Bahkan, saat ini sendiri pemerintah terus menyusun kebijakan yang mengatur mengenai feed in tariff listrik yang berasal dari pembangkit listrik yang menggunakan energi baru dan terbarukan. Hal itu dilakukan untuk menjaga iklim pengembangan kelistrikan dan agar keekonomian dari pembangkit listrik tetap tercapai.
Selain itu, Jarman juga menyampaikan terlambatnya sejumlah proyek dalam FTP tahap 2 tidak akan menyebabkan krisis pasokan listrik di seluruh wilayah Indonesia. Hal itu dikarenakan pemerintah telah mengalokasikan cadangan daya pembangkit sebanyak 30% dari total kapasitas dalam FTP tahap 2.
“Kalau pasokan listrik sih tetap [aman], karena kami ketika menghitung untuk program itu kami berikan selisih cadangan daya pembangkit sebesar 30%. Jadi masih aman lah,” tuturnya. (if)