JAKARTA: Kementerian Pekerjaan Umum mencatat rasio volume tampung per kapita di Indonesia masih jauh dari keadaan ideal.
Hingga kini rata-rata rasio volume tampung baru mencapai 520 meter kubik perdetik. Indonesia hanya mampu mengalahkan Afrika, Eithopia yang hanya 380 meter kubik per kapita. Padahal idealnya Indonesia harus berada di atas 1.000 meter kubik perdetik.
China dan India misalnya sudah berada di atas 2.000. Kondisi itu sangat memprihatinkan mengingat potensi air Indonesia merupakan salah satu negara dengan curah hujan tertinggi di dunia. Namun, untuk menggandakan kondisi itu pemerintah mengungkapkan membutuhkan anggaran mencapai Rp520 triliun.
Direktur Pengelolahan Sumber Daya Air Kementerian PU Arie Setiadi menjelaskan permasalahan yang dihadapi ialah air merupakan suatu aset sosial yang tidak serta-merta bisa diperdagangkan begitu saja. Untuk menggandakan daya tampung itu pemerintah tengah menyiapkan mekanisme kerja sama pemerintah swasta yang mencapakup pemanfaatan air untuk irigasi, listrik, besaran dana BOT pemerintah dan lama jangka waktu konsesi oleh pihak swasta.
“Di Bina Marga ada BPJT di Cipta Karya ada BP SPAM di SDA memang belum ada. Ini juga yang dikeluhkan investor yang tertarik untuk menggarap sektor SDA,” paparnya di Jakarta Senin (11/2/2013).
Jika kondisi sudah nasional cukup memprihatinkan, kondisi Jawa dan Jakarta masuk kategori sangat gawat. Sekedar catatan kondisi daya tampung Jawa hanya 4% dari total daya tampung nasional. Sementara 57% penduduk Indonesia berdomisili di Pulau Jawa.
Dengan demikian, diperlukan solusi pemindahan konsumsi air dengan cara memindahkan sentra-sentra pertanian di Jawa ke luar pulau yang lain yang daya tampungnya masi tinggi . Adapun irigasi menggunakan sekitar 80% air yang tersedia, sehingga perlu ada pemindahan lahan pertanian ke beberapa daerah yang masih tinggi ketersediaan airnya.
“Bisa ke Sulawesi Selatan, sebagaian Sumatra dan Papua. Namun pertanian juga merupakan masalah kulutral perihal warisan dan tradisi,” paparnya.
Dalam kasus Jakarta, ketidakmampuan pemerintah memenuhi kebutuhan air baku menyebabkan tingginya konsumsi air tanah. Akibatnya terjadi penurunan muka tanah yang 1 centimeter per tahun. Pemerintah hingga sejuah ini hanya dapat memenuhi kebutuhan sepertiga dari total penduduk Jakarta.
“Dengan kondisi Jakarta macam ini, Waduk Ciawi akan memainkan peran penting untuk air baku Jakarta,” ujar Arie. (arh)