Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMPOR HORTIKULTURA: Larangan sementara dikecam peritel

JAKARTA – Peritel keberatan terhadap kebijakan pemerintah yang melarang sementara impor 13 jenis produk hortikultura karena karut-marut masalah distribusi di Tanah Air bisa menghambat pasokan produk lokal.

JAKARTA – Peritel keberatan terhadap kebijakan pemerintah yang melarang sementara impor 13 jenis produk hortikultura karena karut-marut masalah distribusi di Tanah Air bisa menghambat pasokan produk lokal.

Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid mengemukakan pemerintah bisa saja melaporkan produksi buah-buahan dan sayuran lokal cukup untuk memenuhi kebutuhan 6 bulan mendatang.

Namun, persoalan infrastruktur dan logistik di Indonesia yang buruk dan memakan waktu lama dapat membuat mutu produk berkurang dan harga menjadi mahal begitu sampai ke tingkat peritel.

Apalagi, beberapa produk lokal tidak tahan lama. Dia memberi contoh tingkat kematangan durian lokal yang tidak lebih dari dua hari, sedangkan durian impor bisa bertahan sekitar satu pekan.

Catatan Aprindo, durian lokal dari Semarang hanya mampu dipasok 20 buah per hari, sedangkan dari Bali hanya 50 buah per hari. 

Contoh lainnya, wortel yang kualitasnya jauh dari produk impor, tetapi selisih harganya tipis. Wortel lokal dijual Rp12.000 per kg atau hanya lebih murah Rp3.000 dari produk impor.

Kedua produk itu tidak boleh diimpor selama Januari-Juni selain kentang, kubis, cabai, nenas, melon, pisang, mangga, pepaya, bunga krisan, anggrek dan heliconia.

“Di daerah sentra produksi mungkin cukup, tapi bicara soal distribusi, itu jadi masalah. Nanti pengangkutannya menggunakan apa, jalur distribusinya bagaimana, belum lagi pungli-nya (pungutan liar),” katanya, Selasa (29/1/2013).

Satria mengatakan peritel tetap perlu menawarkan produk impor di samping produk lokal demi memenuhi kebutuhan dan ekspektasi konsumen akan produk yang bermutu.

Produk impor selama ini menguasai 60% dari pasar hortikultura di tingkat peritel, sedangkan sisanya diisi produk lokal. “Kami bukannya anti produk lokal, tapi kami juga harus menjual produk yang bervariasi,” ujarnya.(msb)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis :
Editor : Martin-nonaktif
Sumber : Sri Mas Sari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper