Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LINGKUNGAN: Perkebunan sawit di Merauke merusak, LSM minta izin kebun dievaluasi lagi

JAKARTA: Sawit Watch dan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke (SKP-Kame) mendesak pemerintah mengevaluasi berbagai izin lokasi dan HGU perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Merauke, Papua karena menghancurkan lingkungan dan merampas

JAKARTA: Sawit Watch dan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke (SKP-Kame) mendesak pemerintah mengevaluasi berbagai izin lokasi dan HGU perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Merauke, Papua karena menghancurkan lingkungan dan merampas tanah-tanah adat.Carlo Nainggolan, aktivis dari Sawit Watch, mengatakan operasi perkebunan kelapa sawit di Merauke telah dimulai sejak 1997 melalui PT Tunas Sawa Erma, dan kini sudah  sekitar enam perusahaan skala besar melakukan operasinya. Dia mengungkapkan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di sepanjang pesisir Kali Bian dan Kali Maro telah menimbulkan masalah besar pada masyarakat adat, suku, dan marga pemilik tanah di kabupaten tersebut."Ratusan ribu hektar tanah masyarakat adat akan diambil, hutan akan dihancurkan dan digantikan dengan perkebunan kelapa sawit skala besar," kata Carlo dalam siaran pers bersama yang dikutip Rabu (26/12/2012), di Jakarta. "Perkebunan kelapa sawit melakukan pembersihan lahan dengan cara membakar, mengakibatkan pencemaran air sungai dan rawa."Enam perusahaan yang beroperasi di Merauke adalah PT Dongin Prabhawa (Korindo Grup), PT Bio Inti Agrindo (Korindo Grup), PT Central Cipta Murdaya (CCM), PT Agriprima Cipta Persada,  PT Hardaya Sawit Papua, serta PT Berkat Cipta Abadi (Korindo Grup). Menurut Carlo, kerusakan lingkungan di sana juga diperparah dengan informasi yang minim terkait dengan status dan rencana investasi perusahaan, kesalahan identifikasi marga pemilik dan yang berhak atas tanah, pembayaran ganti rugi dan kompensasi yang tidak memadai, hingga dugaan penipuan dan manipulasi data.Nelis Tuwong, aktivis dari SKP Kame, mengatakan sedikitnya 13 organisasi masyarakat sipil pada Juli tahun lalu menandatangani dan menyampaikan keberatan kepada UN CERD (Committee on the Elimination of Racial Discrimination) terhadap  proyek raksasa MIFEE yang mengakibatkan kehancuran terhadap masyarakat adat di Papua, khususnya di Merauke. Namun pemerintah Indonesia tak menanggapi masalah tersebut hingga kini."Melihat situasi dan kondisi yang telah terjadi di tingkat komunitas masyarakat adat di pesisir Kali Bian dan Kali Maro, pemerintah harus mengevaluasi izin yang diberikan terhadap perusahaan yang berada di tanah adat," kata Nelis. "[Mendesak] pencabutan dan pembatalan terhadap izin lokasi, dan meniadakan HGU dari tanah-tanah adat di Kabupaten Merauke."Kedua organisasi itu juga mendesak agar pemerintah  menghentikan penerbitan dan keluarnya izin baru di Kabupaten Merauke sebelum terselesaikannya semua masalah yang terjadi. Selain itu, sambung Nelis, pemulihan terhadap situasi yang terjadi di komunitas-komunitas masyarakat harus dirampungkan. (arh)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Anugerah Perkasa

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper