JAKARTA--Pemerintah diimbau untuk menerapkan kebijakan pajak yang lebih progresif agar kesenjangan pendapatan antara masyarakat kaya dan miskin tidak makin melebar.Direktur Eksekutif INDEF Erani Yustika menuturkan tarif pajak penghasilan (PPh) di Indonesia terlalu rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Saat ini, tarif PPh tertinggi ditetapkan 30% untuk pendapatan di atas Rp500 juta."Di Prancis, sebagai contoh, yang ekstrim itu 75%, di AS 40%," ujarnya di sela acara Sarasehan Ekonomi: Menyusun Ulang Pembangunan Ekonomi Indonesia 2012, Rabu (12/12/2012).Rentang tarif PPh yang belum menyentuh pendapatan dengan nominal besar juga dinilai sebagai ruang yang dapat dikembangkan. Padahal, saat ini terdapat 49.000 rekening bank yang dananya mencapai lebih dari Rp5 miliar.Erani mencontohkan skema pajak progresif yang dapat diterapkan, misalnya, PPh 35% untuk pendapatan Rp500 juta-Rp1 miliar, 40% untuk pendapatan Rp1 miliar-Rp2,5 miliar, 45% untuk pendapatan Rp2,5 miliar-Rp5 miliar, dan 50% untuk pendapata lebih dari Rp5 miliar."Jadi batas bawah kebijakan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk melindungi masyarakat paling bawah, supaya daya beli tidak merosot. Tapi yang paling atas harus diambil sebagian, supaya yang atas turun sedikit yang bawah naik. Ini untuk meredakan ketimpangan pendapatan," tuturnya.Erani menambahkan pemerintah juga memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pasalnya, saat ini baru 56% WP orang pribadi dan 33% WP badan yang menyetor pajak kepada negara."Kalau kepatuhan WP naik jadi 75%, tax ratio bisa ke level 15% terhadap PDB. Kalau pajak progresif tadi diterapkan, tax ratio kemungkinan bisa mencapai 17%," ujarnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana mengakui dalam beberapa tahun terakhir koefisien gini, yang mengukur kesenjangan ekonomi, makin meningkat. Pada 2004, indeks gini berada pada posisi 0,33 dan naik menjadi 0,41 pada 2011."Salah satu kunci untuk mengatasi ini ada di kebijakan fiskal, perpajakan harus lebih progresif, dikombinaiskan dengan kebijakan subsidi yang tepat sasaran," tuturnya.Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Ginandjar Kartasasmita menuturkan sistem pajak harus dibuat lebih progresif untuk penghasilan tertentu. Pajak progresif dinilai Ginandjar sebagai instrumen fiskal yang dapat digunakan untuk memeratakan pendapatan masyarakat. (msb)