JAKARTA--Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan tengah mengkaji pengenaan cukai terhadap emisi kendaraan bermotor, pulsa telpon seluler, dan limbah pabrik.
Plt. Kepala BKF Kemenkeu Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan pemerintah menjajaki potensi barang kena cukai di luar tiga BKC yang saat ini berlaku di Indonesia, yakni cukai hasil tembakau, cukai etil alkohol, dan cukai minuman yang mengandung etil alkohol.
"Sekarang kita coba eksplor. Yang sedang dalam tahap kajian dan semoga tahun depan bisa difinalisasi itu emisi kendaraan bermotor, pulsa telpon seluler, dan limbah pabrik," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Selasa (11/12/2012).Bambang menuturkan nantinya setiap kendaraan bermotor harus melakukan uji emisi. Apabila emisinya di luar batas ketentuan, kendaraan tersebut harus dikenakan cukai.Alasannnya, tambah Bambang, karena emisi karbondioksida (co2) dan gas pencemar lainnya berdampak negatif terhadap kesehatan, menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim. Selain itu, penggunaan kendaraan bermotor juga menimbulkan kemacetan dan membengkaknya subsidi BBM.Cukai atas emisi kendaraan bermotor ini telah diterapkan di beberapa negara, misalnya Thailand, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan Filipina.Sementara itu, cukai atas pulsa telpon seluler dimaksudkan untuk mengerem konsumsi yang berlebihan. Cukai dikenakan atas pemakaian pulsa. Cukai pulsa telpon seluler telah diterapkan di AS, India, Tajikistan, Estonia, Rumania, Serbia, dan Slovenia."Kami tahu pulsa sudah terkena banyak pajak, tapi rupanya konsumsinya tetap cukup besar," kata Bambang.Alasan kesehatan juga disebut pemerintah sebagai pendorong pengenaan cukai atas pulsa telpon seluler. Berdasarkan kajian medis, penggunaan telpon seluler lebih dari 10 tahun akan menggandakan risiko kanker otak, memicu tumor otak, tumor sel saraf pendengaran, tumor kelenjar saliva, leukemia, dan limfoma.Terakhir, tambah Bambang, pemerintah tengah mengkaji pengenaan cukai atas limbah pabrik. Menurutnya, negara lain, seperti Uni Eropa, sudah mengenakan semacam cukai untuk limbah yang dihasilkan pabrik yang dikenal sebagai carbon tax atau environmental tax."Ini masih dalam pengkajian dan kami akan memastikan bahwa ini memang layak untuk menjadi BKC," ujarnya. Adapun kajian pengenaan cukai atas penyedap rasa (MSG), jelas Bambang, dinilai tidak memungkinkan karena mayoritas konsumen adalah pedagang dan masyarakat kecil. Pengenaan cukai atas MSG akan membebani karena menyebabkan kenaikan harga padahal potensi penerimannya dinilai tidak signifikan."Sedangkan yang berlian ada concern dari Bea dan Cukai, terutama terkait pengawasannya" tuturnya.(msb)