Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BBM BERSUBSIDI: Pasokan ditambah, tetap saja over kuota

JAKARTA- Dengan normalisasi penyaluran kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, PT Pertamina (Persero) memperkirakan kuota BBM subsidi nasional akan over kuota hingga 1,25 juta KL. Pertamina menilai masyarakat  belum siap membeli BBM non subsidi.
 
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan setelah melakukan pengendalian distribusi BBM subsidi beberapa hari, Pertamina melakukan penghentian pengendalian distribusi lantaran berpotensi menciptakan konflik horizontal. Dengan normalisasi penyaluran, diperkirakan kuota BBM subsidi nasional akan habis pada 24 Desember 2012.
 
"Jadi yang berkembang selama ini itu sebenarnya bukannya terjadi kelangkaan, namun habisnya jatah kuota BBM subsidi, kalau yang non subsidi masih ada, sayangnya masnyarakat belum siap membeli BBM non subsidi," kata Hanung dalam konferensi pers di kantor Pertamina, Senin (26/11).
 
Adapun dengan penyaluran normal diperkirakan akan over kuota hingga 1,25 juta KL yang terdiri dari 450.000 KL untuk premium dan 800.000 KL untuk solar. Jika dihitung dalam rupiah, Pertamina sekiranya akan menombok sekitar Rp 6 triliun dengan asumsi subsidi per liter Rp 5.000.
 
"Itu urusan pemerintah dengan DPR, nanti ada verifikasi bulanannya." Menurutnya, pihaknya akan terus menyalurkan BBM subsidi secara normal sambil menunggu arahan dari pemerintah selanjutnya.
 
Alasan Pertamina menghentikan pengendalian distribusi BBM subsidi karena di beberapa daerah, banyaknya antrean yang telah menimbulkan ketegangan. Untuk itu, per 25 November 2012 Pertamina memutuskan untuk menyalurkan BBM subsidi secara normal.
 
Sampai dengan 24 November 2012, realisasi penyaluran premium mencapai 25,2 juta KL dari kuota 27,8 juta KL, sedangkan untuk solar sudah terealisasi 12,9 juta KL dari kuota 14,9 juta KL Solar. Sementara untuk DKI Jakarta, diperkirakan pasokan BBM subsidi diperkirakan habis sekitar 19 Desember 2012 untuk premium dan 30 November 2012 untuk solar.
 
Konsumsi solar dalam lima tahun terakhir meningkat rata-rata 6 %. Adapun, konsumsi premium meningkat rata-rata 8 % per tahun. Bahkan, pada 2011 peningkatkan konsumsi premium mencapai 11 % per tahun dan merupakan tertinggi dalam sejarah. 
 
Di sisi lain, selama 5 tahun terakhir realisasi konsumsi BBM subsidi cenderung di atas kuota. Tahun 2006 adalah tahun terakhir kali dimana realisasi konsumsi BBM subsidi berada di bawah kuota yang ditetapkan. Tahun lalu, realisasi BBM subsidi mencapai 41,7 juta KL atau 3 % di atas kuota yang ditetapkan sebesar 40,4 juta KL. Namun, kuota BBM bersubsidi tahun ini sempat hanya ditetapkan sebesar 40 juta KL atau lebih kecil dari realisasi tahun sebelumnya.
 
Apabila kuota BBM bersubsidi pada saat itu tidak ditambah, terlebih setelah beberapa program pengendalian yang direncanakan pemerintah tidak sepenuhnya berhasil, sama artinya dengan menafikan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. 
 
Akhirnya, pemerintah dan DPR menetapkan tambahan kuota menjadi 44,04 juta KL pada September 2012, di mana 43,88 juta KL di antaranya menjadi tanggung jawab Pertamina. Tambahan angka kuota BBM tersebut sebenarnya berada di bawah proyeksi Pertamina yang telah disampaikan pada saat penetapan asumsi APBN 2012, yaitu 45,24 juta KL.
 
"Sekarang kami tunggu arahan pemerintah bagaimana kelanjutan dari pendistribusian BBM subsidi ini," jelasnya.
 
Menteri ESDM Jero Wacik menghimbau agar masyarakat yang mampu jangan membeli BBM subsidi. Menurutnya, tidak ada cara lain untuk bisa membatasi penggunaan BBM subsidi selain dari diri masing-masing pengguna BBM subsidi.
 
"Saya minta masyarakat umum, ini tidak menggunakan peraturan, saya mengetuk hati yang mobilnya banyak jangan rebutan membeli BBM subsidi, ini cara kita mengurangi ketegangan. Subsidi terbatas dan kami juga dibatasi oleh DPR, " kata Jero.
 
Menurutnya, jika masyarakat ingin berkontribusi, maka bagi mereka yang mampu berpindahlah ke BBM non subsidi.
 
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Satya W Yudha menuturkan pemerintah harus mampu mengidentifikasi daerah-daerah yang over kouta. "Misalnya,  overnya di daerah-daerah perindustrian, ya berarti kebocoran-kebocoran larinyaBBM bersubsidi itu yang larinya ke industri itu harus disiasati," kata Satya.
 
Jadi, bukan hanya karena naiknya permintaan kendaraan tetapi juga karena diselewengkan. Menurutnya, jika kuota akan over sampai 1,2 juta KL, maka pemerintah harus menyampaikannya kepada DPR.
 
"itu artinya kita membutuhkan uang sekitar Rp 5 triliun bila disparitasnya Rp 4.000 per liter. Untuk itu kita minta disampaikan ke DPR lagi karena tergantung dari pemerintah, pemerintah mengambil dari SAL atau dari defisit,  itu terserah pemerintah." Yang pasti apakah disetujui atau tidak, yang penting pemerintah mengajukan permohonan dahulu ke DPR. (faa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fajrin
Editor : Dara Aziliya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper