Asumsi Makro APBN 2013
Indikator | Jumlah |
Pertumbuhan Ekonomi | 6,8% |
Inflasi | 4,9% |
Nilai Tukar | Rp9.300/ US$ |
Tingkat Bunga SPN | 5,0% |
Harga Minyak | US$100/barel |
Lifting Minyak | 900.000 bph |
Lifting Gas | 1360 ribu bph |
Lifting Migas | 2260 ribu bph |
Sumber: Menkeu Ket: bph (barel per hari)
JAKARTA: Pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 dalam sidang Paripurna. APBN 2013 menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8%, penerimaan negara Rp1.529,7 triliun dan belanja negara Rp1.683,0 triliun.
Ahmadi Noor Supit, Ketua Banggar DPR, memaparkan pembahasan RAPBN dimulai sejak 4 September 2012 sampai 22 Oktober 2012.
Dalam APBN 2013 total penerimaan negara ditargetkan sebesar Rp1.529,7 triliun. Penerimaan negara tersebut berasal dari setoran perpajakan sebesar Rp1.193 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp332,2 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp4,5 triliun.
Penerimaan perpajakan berasal dari setoran pajak dalam negeri sebesar Rp1.134,3 triliun dan pajak perdagangan internasional Rp58,7 triliun.Sedangkan PNBP terdiri dari penerimaan SDA Rp197,2 triliun, bagian pemerintah atas laba BUMN Rp33,5 triliun, PNBP lainnya Rp78 triliun, dan pendapatan badan layanan umum (BLU) Rp23,5 triliun.
Adapun belanja negara 2013 ditetapkan sebesar Rp1.683,0 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.154,4 triliun dan transfer daerah Rp528,6 triliun.
Belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja pegawai Rp241,1 triliun, belanja barang Rp167,0 triliun, belanja modal Rp216,1 triliun, dan pembayaran bunga utang Rp113,2 triliun.
Porsi subsidi dalam APBN 2013 mencapai 18,8% dari total belanja negara atau senilai Rp317,2 triliun. Subsidi ini terdiri dari subsidi BBM Rp193,8 triliun, subsidi listrik Rp80,9 triliun, dan subsidi nonenergi Rp42,5 triliun.
Selain belanja pemerintah pusat dan belanja subsidi, APBN juga dialokasikan untuk belanja hibah sebesar Rp3,6 triliun, bantuan sosial Rp63,4 triliun, belanja lain-lain Rp20,0 triliun, dan optimalisasi anggaran Rp12,7 triliun.
Akibatnya terbentuk defisit anggaran sebesar 1,65% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau senilai Rp153,3 triliun.Sumber pembiayaan defisit tersebut a.l. berasal dari penerbitan SBN (neto) Rp180,4 triliun, dan pinjaman luar negeri (neto) negatif Rp19,5 triliun.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo menuturkan seiring meningkatnya belanja negara, semua pihak harus meningkatkan kualitas belanja, termasuk transfer ke daerah.
Sejalan dengan itu, lanjut Agus, pemerintah juga memandang pentingnya dilakukan peningkatan disiplin dan pengawasan anggaran, agar penggunaan anggaran di daerah benar-benar dapat memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar pelayanan minimum, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas, dengan tetap menjaga governance.
"Dengan demikian, belanja negara yang sudah meningkat secara signifikan ini benar-benar dapat digunakan untuk kemakmuran rakyat," ungkapnya. (sut)