JAKARTA--Tingkat keberhasilan eksplorasi terhadap hasil produksi minyak dan gas Indonesia dianggap masih kurang, sehingga sejumlah perusahaan bermodal kecil memilih sumur tua.
Eko Sudi Pramono, GM Operation EIR OFS PT Elnusa Tbk, mengatakan dari 4 sumur yang dibor ada 1 yang gagal sementara di luar negeri tingkat keberhasilannya lebih besar.
"Daripada memilih sumur yang belum terbukti, lebih baik mencari sumur tua yang sudah jelas ada isinya," ujarnya dalam Elnusa Workshop for Analysts and Journalists Senin (22/10).
Menurutnya, perusuhaan mencari sumur tua karena resiko kecil dibandingkan harus mengeluarkan biaya eksplorasi besar dan belum tentu berhasil.
Namun, lanjutnya, ada sisi buruk dari sumur tua yaitu jumlah cadangannya hanya sedikit dan kualitasnya kurang baik.
Eksplorasi untuk tambang minyak dan gas merupakan aktivitas yang perlu investasi mahal. Dia mencontohkan, survei seismik untuk mencari sumber daya di lapisan tanah bisa mencapai US$3 juta per bulan.
Sementara itu, harga jasa seismik untuk mencari gambaran di bawah laut mencapai US$5 juta per bulan dan harga kapal seismik bisa menyentuh US$60 juta.
Bagi perusahaan migas dengan modal terbatas biasanya memilih sumur tua dan menggunakan teknologi baru untuk memaksimalkan produksi dengan cadangan yang tinggal sedikit. "Caranya dengan memaksimalkan bentuk reservoir, yaitu tempat minyak tersimpan."
Berdasarkan laporan BP, sumber daya minyak di Indonesia mencapai 98 miliar barel, angka yang menunjukkan potensi nasional. Sementara itu, cadangan atau jumlah minyak yang diduga ada setelah eksplorasi mencapai 7 miliar barel.
Namun, jumlah cadangan yang sudah dibuktikan hanya 3,7 miliar barel. Angka tersebut diprediksi terus menyusut akibat produksi nasional mencapai 350 juta barel per tahun dan hasil eksplorasi menemukan hanya 50 juta barel per tahun. (if)