Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BANK DUNIA: RI belum butuh stimulus moneter

JAKARTA: Bank Dunia menilai perekonomian Indonesia tidak dalam kondisi yang panik sehingga harus direspon dengan pelonggaran kebijakan moneter dan pengetatan fiskal.Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop menuturkan indikator moneter dalam

JAKARTA: Bank Dunia menilai perekonomian Indonesia tidak dalam kondisi yang panik sehingga harus direspon dengan pelonggaran kebijakan moneter dan pengetatan fiskal.Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop menuturkan indikator moneter dalam perekonomian Indonesia menunjukkan kondisi yang baik dengan tingkat inflasi yang relatif rendah dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hingga September 2012, tingkat inflasi nasional sebesar 3,79% (year on year) dan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% pada kuartal II/2012."Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuat dan inflasi rendah. Tidak ada ruang untuk panik kalau kita melihat dua variabel tersebut," ujarnya usai peluncuran laporan kuartal ekonomi Indonesia bertajuk 'Mempertahankan Momentum di Tengah Ketidakpastian Global', Senin (15/10).Dengan kondisi tersebut, kata Diop, suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia relatif akomodatif dan masih membuat investasi di pasar finansial Indonesia cukup menarik."Amerika Serikat dan Jepang menetapkan suku bunga acuan yang sangat rendah, nyaris 0%, Indonesia 5,75%. Dengan tingkat suku bunga ini, pasar modal Indonesia masih menarik," tuturnya.Menurut Diop, pemangku kebijakan di Indonesia harus memiliki peluru yang jitu dan respon yang cepat apabila terjadi perburukan ekonomi global yang berdampak terhadap ekonomi domestik. Misalnya dengan menjalankan skema protokol manajemen krisis (crisis management protocol/CMP) secara efektif."Kalau terjadi pembalikan kondisi ekonomi global, otoritas fiskal dan moneter harus bertindak cepat. Kalau terjadi overheating, BI bisa menaikkan suku bunga acuan dan memperketat suplai uang," kata Diop.Selain itu, Bank Dunia merekomendasikan agar Indonesia mendorong masuknya foreign direct investment untuk menutup defisit neraca transaksi berjalan. Pasalnya, arus modal FDI dinilai strategis untuk mendanai defisit secara sehat.Pada kesempatan yang sama, Ekonom CRECO Consulting Raden Pardede mengatakan penurunan suku bunga yang dilakukan berbagai negara untuk menstimulasi ekonomi dapat mendorong pemulihan ekonomi global. Meskipun tidak akan terlaksana dalam jangka pendek, namun Raden mengingatkan agar BI dan pemerintah menyiapkan regulasi saat ekonomi global membaik."Kita harus siap ketika nanti ada perubahan kebijakan moneter di negara maju, yaitu ketika suku bunga mereka justru naik. Bagaimana BI merespon itu," ungkapnya.Kepala Perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF) di Indonesia Benedict Bingham menambahkan dalam jangka menengah Indonesia harus mengelola kebijakan nilai tukar, mendorong pembangunan infrastruktur, dan membentuk jaring pengaman sosial sebagai bantalan krisis."Jangka pendek Indonesia perlu mengelola kebijakan nilai tukar, memastikan agar investor punya pengertian yang jelas tentang arah kebijakan moneter. Juga memastikan pasar uang dan pasar modal di Indonesia tetap likuid dan berjalan dengan lancar," tutur Bingham.Di sisi fiskal, imbuhnya, Indonesia harus menggunakan ruang fiskal untuk belanja yang prioritas, seperti infrastruktur dan paket kebijakan untuk masyarakat miskin dan rentan miskin melalui social safety net saat terjadi perlambatan ekonomi global. (Bsi) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Diena Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper