JAKARTA: Bank Dunia menilai sektor manufaktur Indonesia berpotensi mengulang cerita sukses dengan tumbuh 8%-10% seperti sebelum krisis Asia 1997-1998.
Ekonom Senior Bank Dunia Sjamsu Rahardja mengatakan sektor pengolahan sangat penting untuk menfasilitasi transformasi perekonomian suatu negara. Dan Indonesia memiliki kesempatan untuk menghidupkan kembali pertumbuhan sektor manufaktur.
"Indonesia memiliki kesempatan unik yang belum tereksplorasi. Middle income tumbuh, prospek menjadi negara ekonomi ke-7 terbesar di dunia pada 2030, ini peluang bagi industri manufaktur untuk berkembang," ujarnya dalam seminar dan peluncuran laporan Bank Dunia bertajuk 'Mempercepat Laju: Revitalisasi Pertumbuhan di Sektor Manufaktur Indonesia', Rabu (10/10/2012).
Menurutnya, peningkatan konsumsi domestik mendorong industri manufaktur untuk tumbuh lebih pesat. Utamanya di sektor logam, makanan, bahan kimia, dan suku cadang otomotif.
Sebagai negara berkembang, lanjutnya, pendapatan per kapita Indonesia terus meningkat dari US$400 menjadi US$1400 pada 2012. Selain itu, Indonesia juga diuntungkan secara demografi dengan tumbuhnya populasi usia muda.
"Di sinilah ada peluang bisnis, karena ada permintaan yang tinggi terhadap produk-produk manufaktur dan ada angkatan kerja potensial yang dapat berkontribusi dalam proses produksi," tuturnya.Sektor manufaktur Indonesia juga diuntungkan oleh upah buruh yang diproyeksi lebih rendah dibandingkan China.
Walaupun saat ini tingkat upah Indonesia dan China cenderung setara, namun beberapa tahun ke depan upah buruh di China diproyeksi terus meningkat di atas Indonesia. Hal ini berpotensi mendorong relokasi basis produksi dari China ke Indonesia. (if)