JAKARTA: Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) mendorong agar Indonesia merealokasi 25% belanja subsidi energi untuk mendanai program kesehatan, proyek infrastruktur, perumahan, dan air bersih.Sekertaris Jenderal OECD Angel Gurria mengungkapkan jika 25% dari subsidi energi Indonesia yang pada 2012 diproyeksi mencapai Rp216 triliun direalokasi untuk program kerakyatan, dampaknya akan sangat besar."Sekarang jika kita pikirkan 25% dari budget itu kita alokasikan untuk orang yang membutuhkan saja, Anda bisa membuat perubahan yang besar," ujarnya dalam seminar Meningkatkan Kooperasi antara OECD dan Indonesia di Kementerian Keuangan, Kamis (27/9/2012).Menurutnya, anggaran subsidi energi yang pada 2013 mencapai 25% dari total belanja negara membuat ruang fiskal untuk mengalokasikan dana untuk belanja yang dapat mendorong pertumbuhan, seperti investasi dan infrastruktur menjadi sangat sempit."Subsidi naik dari 18% menjadi 24% dari budget, artinya Indonesia harus menyisihkan pengeluaran-pengeluaran lainnya untuk menciptakan ruang bagi subsidi. Lantas dimana ruang bagi Menkeu untuk mengalokasikan dana bagi pertumbuhan seperti investasi?" ungkap Gurria.Tingginya subsidi energi, kata Gurria, tidak tepat sasaran karena mengalir ke orang-orang yang berhak dan berdampak buruk terhadap lingkungan karena meningkatkan penggunaan bahan bakar fosil.Mengacu pada pengalamannya sebagai Menteri Keuangan Meksiko, Gurria mengungkapkan fluktuasi harga minyak dunia sangat berpengaruh terhadap kesehatan fiskal. Utamanya bagai negara yang memiliki ketergantungan erat pada minyak bumi, seperti Meksiko dan Indonesia."Ketika saya jadi Menkeu, harga minyak anjlok jadi US$10per barel, bukan lagi US$80-90 per barel, padahal penerimaan Meksiko 40% dari minyak sehingga saya harus memotong anggaran hingga 4 kali pada tahun itu," ujarnya.Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan ketergantungan Indonesia cukup tinggi pada minyak, akibatnya harga minyak dunia berpengaruh terhadap postur fiskal.
Namun, dia menegaskan pemerintah tetap menjaga ruang fiskal agar dapat menstimulasi dan mengintervensi pembangunan.Akibat gagalnya rencana penaikan harga jual BBM bersubsidi sebesar Rp1.500/ liter pada Mei 2012 lalu, misalnya, anggaran subsidi BBM diproyeksi membengkak dari Rp137,38 triliun menjadi Rp216 triliun--Rp219 triliun hingga akhir tahun ini."Kemarin kita mau naikkan harga BBM belum dapat persetujuan DPR, padahal harga minyak meningkat. Pada 2013 kita sudah dapat persetujuan menaikkan harga listrik 15%, sedangkan harga BBM adalah sesuatu yang masih bisa kita lihat di 2013," ujar Agus. (bas)