Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BANK INDONESIA: diimbau hati-hati pakai devisa untuk stabilisasi kurs

JAKARTA : Bank Indonesia diimbau berhati-hati dalam menggunakan cadangan devisa untuk stabilisasi nilai tukar. Kurs Rupiah yang stabil di level Rp9.500--Rp9.600/US$ dinilai masih dalam kondisi yang baik.Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetyantono

JAKARTA : Bank Indonesia diimbau berhati-hati dalam menggunakan cadangan devisa untuk stabilisasi nilai tukar. Kurs Rupiah yang stabil di level Rp9.500--Rp9.600/US$ dinilai masih dalam kondisi yang baik.Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetyantono menuturkan stabilisasi nilai tukar bergantung pada kemampuan BI mengelola cadangan devisa untuk mengintervensi pasar.Namun, dengan cadangan devisa yang sedang menurun menjadi US$106,55 miliar, BI dinilai harus lebih berhati-hati dalam melakukan intervensi."Cadangan devisa sedang menurun seperti ini ya memang harus lebih hati-hati membelanjakannya. Jadi, artinya BI tidak perlu ngotot lagi rupiah di Rp9.000 atau di bawah, itu sudah masa lalu, kita sudah bicara mencari keseimbangan rupiah yang baru. Pokoknya asal stabil saja," tuturnya, Senin (27/8/2012).Berdasarkan data BI, dalam dua hari berturut-turut, nilai kurs tengah BI menembus level Rp9.500/US$, yakni Rp9.504/US$ pada 24 Agustus dan Rp9.515/US$ pada 27 Agustus."Kalau masih Rp9.500 atau Rp9.600 masih oke lah, tapi kalau menembus Rp10.000/US$, secara psikologis orang akan panik dan dampaknya lebih besar dipada hitungan ekonomi," katanya.Kendati demikian, langkah relaksasi kurs, dinilai Tony dapat menjadi opsi bank sentral untuk membuat kinerja ekspor lebih kompetitif di tengah tekanan krisis utang Eropa dan krisis finansial di AS."Paling tidak sampai akhir tahun ini. Harapan kita tahun depan kalau ekonomi dunia mulai membaik ekspor kita baik juga, lalu impor bisa ditekan. BI juga sekarang juga menekan impor dengan menahan ekspansi kredit di bank," tuturnya.Pasalnya, ekspansi kredit perbankan yang melebihi 30% per tahun dinilai mengkhawatirkan karena berisiko makin memicu tingginya importasi barang baku dan barang modal, serta menimbulkan overheating."Justru kita sekarang ini agak kepanasan. Itu karena investasi banyak, impor barang modal untuk investasi meningkat, ditambah tingginya impor minyak," katanya.  (ra)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Diena Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper