JAKARTA: Pemerintah mengalokasikan sejumlah anggaran untuk menghadapi risiko fiskal yang ditimbulkan dari tuntutan hukum kepada pemerintah berupa gugatan perdata dan tata usaha negara (TUN) yang nilainya mencapai lebih dari Rp200 triliun.
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2013, salah satu risiko fiskal yang dihadapi pemerintah yakni berupa tuntutan hukum yang berpotensi menimbulkan konsekuensi pengeluaran negara dari APBN. Selain itu, negara juga berisiko kehilangan potensi penerimaan negara dan hak kepemilikan atas aset tanah dan bangunan.
Berdasarkan data yang terkumpul di Kementerian Keuangan, dari 19 kementerian dan satu lembaga Pemerintah sampai dengan 2012, nilai tuntutan hukum kepada Pemerintah mencapai Rp201,50 triliun, US$361,68 juta, dan €1,1 juta.
"Dari jumlah tersebut, termasuk potensi dari gugatan tanggung renteng terhadap beberapa kementerian negara/lembagasejumlah Rp33,7 triliun," ujar pemerintah dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2013.
Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan RAPBN 2013 hanya akan mengakomodir anggaran risiko fiskal untuk permasalahan-permasalahan hukum yang sudah berkekuatan hukum final dan mengikat (inkracht).
"Kita ada anggarkan untuk permasalahan-permasalahan hukum yang sudah diputus inkrah. Dan itu dialokasikan karena ada beberapa yang memerlukan pembayaran yang harus dibayar oleh fiskal," katanya di kantor Kemenkeu, Kamis (23/08).
Adapun detailnya, kata Agus, akan dibicarakan lagi dengan anggota DPR. "Tapi dari tahun ke tahun kita siapkan anggaran itu," ujarnya.
Adapun dalam APBN 2012, risiko fiskal yang timbul karena tuntutan hukum kepada Pemerintah yang berupa potensi pengeluaran negara berjumlah Rp60,52 triliun, USD171,4 juta, dan EUR742.419,15. Dari jumlah tersebut, terdapat risiko fiskal yang timbul dari gugatan tanggung renteng terhadap beberapa Kementerian Negara/Lembaga sejumlah Rp35,1 triliun.
Tuntutan hukum kepada Pemerintah oleh pihak ketiga merupakan salah satu kewajiban kontijensi yang berpotensi menimbulkan dampak fiskal terhadap APBN. Selain itu, kewajiban kontijensi a.l. juga bersumber dari jaminan Pemerintah atas proyek-proyek infrastruktur, program jaminan sosial nasional, serta keikutsertaan dalam organisasi dan lembaga keuangan internasional. (msb)