JAKARTA: Pemerintah mengakui renana pengajuan tambahan kuota BBM bersubsidi sebesar 2 juta--4 juta kiloliter dapat semakin menekan neraca transaksi berjalan akibat membengkaknya impor BBM.
Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan salah satu yang membuat defisit neraca transaksi berjalan melebar adalah tingginya impor migas, terutama bahan bakar minyak.
Berdasarkan data Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) yang dicatat Bank Indonesia, neraca impor minyak membentuk defisit US$5,29 miliar pada kuartal I/2012 dan defisit US$4,77 pada kuartal II/2012. Bahkan, sepanjang 2011, total defisit neraca minyak mencapai US$17,52 miliar, meningkat 2 kali lipat dari 2010 yang defisitnya mencapai US$8,65 miliar.
Sementara itu, terkait rencana Kementerian ESDM mengajukan tambahan kuota subsidi BBM 2 juta--4 juta kiloliter, diproyeksi dapat semakin menekan neraca transaksi migas.
"Oh iya [menekan transaksi berjalan]. Salah satu yang membuat current account kita defisit itu kan pertumbuhan ekspor yang negatif dibandingkan dengan impor yang positif dan kita lihat minyak dan gas memberikan kontribusi yang cukup besar defisitnya," ujarnya di kantor Kemenkeu, Senin (13/08).
Agus mengakui upaya penghematan dan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi merupakan salah satu program yang harus diprioritaskan oleh sektor energi. Pasalnya, kata Menkeu, per Juni 2012, konsumsi sudah mencapai 21,7 juta kiloliter dari kuota 40 juta kiloliter yang ditetapkan pemerintah dan DPR dalam APBN-P 2012.
"Dibantu dengan pertumbuhan, hari-hari mudik dan lain-lain, bisa terjadi pembengkakan [konsumsi BBM bersubsidi]," katanya.
Untuk itu, Menkeu mengungkapkan pemerintah akan memperketat pengendalian konsumsi BBM, khususnya kawasan perkebunan dan pertambangan, serta mengawasi kebocoran dan perembesan distribusi BBM bersubsidi.
"Saya sendiri akan bertemu dengan menteri ESDM untuk memperoleh gambaran, berapa kiloliter yang dibutuhkan selama 1 tahun ini. Tetapi dari plafon yang ada, sudah pasti akan terlewati," kata Agus.
Menurut Agus, pemerintah sedang dan terus akan mendorong investasi, ekspor, dan mengendalikan impor, sehingga defisit neraca transaksi berjalan bisa lebih terkelola.
Melihat defisit NPI, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menuturkan tingginya impor akan terus menggerus surplus neraca modal dan finansial. Meski tumbuh positif sepanjang kuartal II/2012, surplus neraca modal dan finansial tidak mampu mengimbangi defisit transaksi berjalan. Akibatnya NPI mencatat defisit US$2,81 miliar.
"Sekarang PR pemerintah adalah menjaga dan memperbaiki iklim investasi asing supaya terus masuk, dan membatasi impor BBM. Sekarang pemerintah justru mau nambah kuota BBM bersubsidi, ini kan bisa meningkatkan impor BBM," ujarnya.
Tanpa tindakan yang konkret di sektor riil, kata Destry, NPI akan terus tertekan. Bahkan, nilai tukar rupiah berisiko melemah di level Rp9.500-Rp9.600/US$ atau terdeviasi Rp500-Rp600 dari asumsi APBN-P 2012, Rp9.000/US$. (msb)