JAKARTA: Kementerian Pekerjaan Umum menilai pembangunan yang paling ideal untuk kawasan perbatasan ialah dengan menerapkan kebijakan mirroring policy atau melakukan cara pembangunan yang sama dengan negara tetangga.
Pasalnya, wilayah tersebut berbatasan langsung dengan negara tetangga sehingga dengan diterapkannya mirroring policy diharapkan dapat menjadi upaya untuk meminimalkan kesenjangan di antara dua wilayah yang berbeda negara.
“Itu penting supaya gap tidak makin besar, karena gap yang besar akan melahirkan masalah-masalah di kawasan tersebut,” ujarnya kemarin.
Hediyanto menambahkan, dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan pemerintah sebetulnya mengalami dilema. Di satu sisi, kelayakan nilai ekonomi di kawasan tersebut relatif rendah untuk dibangun, namun perbatasan merupakan beranda terdepan yang
mencerminkan kondisi negara Indonesia sehingga perlu juga mendapat perhatian khusus.
Selain itu, banyak pula tantangan yang dihadapi baik dari sisi keterbatasan anggaran dan mahalnya satuan material pembangunan mengingat sulitnya proses distribusi material ke lokasi perbatasan.
Oleh karena itulah, menurutnya, penyediaan infrastruktur di kawasan perbatasan saat ini harus lebih menekankan pada kondisi fungsional.
“Satuan lebih mahal, karena material susah dibawa ke perbatasan sehingga untuk jalan tidak harus aspal, mungkin cukup kerikil sederhana, namun yang terpenting terpelihara,” ucapnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian PU telah membangun jalan dan pemukiman di daerah perbatasan, misalnya saja di Aru hingga Nunukan di Kalimantan sepanjang 1.300 km yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Namun masih ada beberapa ruas jalan yang belum dikerjakan karena berbenturan dengan kawasan hutan lindung sehingga memerlukan ijin khusus dari Kementerian Kehutanan. (sut)