Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Segera rumuskan beleid jaring pengaman keuangan

JAKARTA: Jaring pengaman sistem keungan dinilai sebagai elemen krusial dalam prosedur penanganan krisis yang mengancam sektor finansial.Ekonom Financial Reform Institute Husni Thamrin menuturkan saat ini merupakan timing yang tepat untuk menyiapkan regulasi

JAKARTA: Jaring pengaman sistem keungan dinilai sebagai elemen krusial dalam prosedur penanganan krisis yang mengancam sektor finansial.Ekonom Financial Reform Institute Husni Thamrin menuturkan saat ini merupakan timing yang tepat untuk menyiapkan regulasi penanganan krisis, terutama Undang-undang JPSK."Mumpung krisisnya belum menerpa, tapi ini kan sudah di depan mata, maka payung hukumnya harus segera disiapkan," ujarnya dalam diskusi JPSK: Siapkah Kita?, hari ini.Menurut ekonom Universitas Paramadina Wijayanto, JPSK berfungsi sebagai penjamin simpanan (deposit insurance), sumber dana pinjaman, dan lembaga regulator sekaligus pengawasan sektor keuangan.Selama ini, tuturnya, kewenangan penjaminan simpanan dan pengucuran bailout sudah ada di LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), sementara itu, regulasi dan pengawasan sektor keuangan dijalankan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan."Koordinasi pemerintah dan BI memang sudah ada tapi belum cukup ada dasar hukum dan protokolnya," ujar Wijayanto.Dia menuturkan di Amerika Serikat, JPSK dituangkan dalam Emergency Economic Relief Act yang memuat indikator akademis tentang seberapa parah sebuah krisis dan bagaimana langkah penanganannya.Dalam UU tersebut juga mengamanatkan pembentukan badan otoritas semacam Komisi Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK) yang secara intensif dan reguler mengadakan pertemuan dengan parlemen untuk memperbincangan kondisi stabilitas sistem keuangan.Sisi penegakan hukum juga ditekankan melalui kerangka kerja sama dengan auditor independen dan penegak hukum. "Jadi belajar dari AS, di Indonesia masalahnya adalah governance, harus libatkan KPK dan Kejaksaan untuk menciptakan kepercayaan publik," papar Wijayanto.Menurut WIjayanto, Perpu JPSK yang pernah diajukan pemerintah ke DPR pada 2008 cukup bagus namun kurang transparan dan ada beberapa pasal yang terlalu eksplisit serta mengandung unsur eksklusivitas, seperti pasal 29 yang menyebut Menteri Keuangan dan Gubernur BI tidak dapat dijerat hukum atas kebijakan yang diambilnya dalam rangka penyelamatan sistem keuangan nasional."JPSK ibarat jala pengaman dalam atraksi sirkus, jadi harus reliable dengan mengkomunikasikan kebijakan ini ke publik. Di Indonesia ini kan masalah muncul karena misscommunication," tuturnya.Ketidakpastian ekonomi global akibat krisis utang di zona Eropa dan krisis finansial di AS, lanjut Wijayanto, merupakan sinyal betapa tingginya resiko eksternal yang harus dihadapi Indonesia di tengah sistem ekonomi dunia yang terinterkoneksi.Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Anggito Abimanyu juga menilai instrumen krisis Indonesia masih belum memadai untuk mengantisipasi dan memitigasi risiko krisis global.Meski saat ini pemerintah sudah membentuk Crisis Manajemen Protokol (CMP), UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan UU APBN yang mencakup mitigasi krisis, Anggito menegaskan pentingnya menyusun paket krisis yang lebih komprehensif."Instrumen ini belum memadai, CMP itu belum mencakup instansi di luar pemerintah dan BI, seperti unsur penegak hukum dan DPR. Selain itu UU JPSK [Jaring Pengaman Sistem Keuangan] juga penting sebagai payung pencegahan krisis," jelasnya.Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menuturkan pemerintah merespons ketidakstabilan ekonomi global dengan menyusun langkah antisipasi krisis melalui pembentukan safety net, baik di sektor finansial maupun nonfinancial."Bukan semata-mata JPSK, di tingkat global ada beberapa inisiatif  program terkait financial safety net, misalnya dalam kerangka IMF, World bank, dan beberapa bank internasional lainnya. Kerangka regional juga sudah dibentuk CMIM [Chiang Mai Initiative Multilateralization] yang mulai dioperasionalisasikan pada tahun ini," papar Mahendra.Selain itu, tambah Mahendra, cadangan resiko fiskal yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp15,8 triliun dapat digunakan untuk mengantisipasi perubahan asumsi makro dan risiko krisis pangan."Ini katup pengaman krisis di konteks nasional. JPSK akan terus didorong dan akan kami reintroduce ke DPR dalam waktu singkat," jelasnya. (Bsi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper