Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ESDM: Produksi harian Freeport tinggal 5% dari normal

JAKARTA: Produksi konsentrat PT Freeport Indonesia saat ini hanya 11.500 ton bijih atau 5% dari produksi normal harian sebesar 230.000 ton bijih mengandung emas dan tembaga.Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan hal itu

JAKARTA: Produksi konsentrat PT Freeport Indonesia saat ini hanya 11.500 ton bijih atau 5% dari produksi normal harian sebesar 230.000 ton bijih mengandung emas dan tembaga.Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan hal itu akibat dari pemotongan pipa untuk penyaluran bijih ke pabrik pengolahan di area tambang Grasberg, Papua.“Normalnya 230.000, tapi sekarang hanya 5% dari 230.000 ton bijih,” ujarnya di sela-sela acara ‘Pameran Produksi Dalam Negeri Pendukung Usaha Pertambangan’ hari ini.Thamrin mengatakan akibat dari pemotongan pipa tersebut, Freeport tidak bisa mengolah bijih menjadi konsentrat dan tidak bisa memenuhi kesepakatan ekspor.Oleh sebab itu, Freeport menyatakan status keadaan kahar (force majeure) atas beberapa kesepakatan jual dengan pembeli di luar negeri, terutama dari Jepang dan Eropa.“Sekarang ini tidak bisa untuk diekspor, padahal ekspor ini ada perjanjiannya. Oleh karena itu Freeport umumkan force majeure untuk pembelinya,” jelasnya.Porsi eksporMeski demikian, konsentrat yang ada dalam stok saat ini tetap dipasok ke PT Smelting Gresik. Selama ini, tidak seluruh produksi konsentrat Freeport diekspor. Sebanyak 30% dari konsentrat Freeport dialokasikan ke Smelting Gresik dan sisanya diekspor.“Sekarang masih ada stok, diproritaskan untuk Smelting di Gresik. Yang 30% untuk Smelting ini masih terus berjalan. Tapi kalau terus-terusan begini [ada aksi mogok karyawan] kelihatannya bisa stop, memang tidak bisa diprediksi,” ujar Thamrin.Thamrin meminta kepada manajemen Freeport agar bisa segera menyelesaikan perundingan dengan para karyawannya.Thamrin meminta kepada manajemen Freeport agar bisa segera menyelesaikan perundingan dengan para karyawannya. Jika ini berlarut-larut terjadi, maka potensi penerimaan negara dari Freeport juga bisa terus turun.Namun Thamrin enggan memperkirakan besar kerugian negara itu karena penyelesaian perundingan ini belum bisa diprediksi.“Iya, berdampak, pokoknya ada potensi kerugian negara. Kerugian itu tergantung produksi, hasilnya, termasuk pada harga. Berapa kerugian negara itu tergantung dari hari ke hari,” ujarnya.Adapun kegiatan Freeport di lahan seluas 213.000 hektar di Papua ini diketahui menyumbang 68% PDRB Papua dan 96% PDRB Kabupaten Timika.Pada 2010, Freeport menyumbang US$1,9 miliar dari pajak dan non-pajak dan US$2,1  miliar berupa gaji dan upah karyawan. (Bsi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper