JAKARTA : Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyambut baik harga jual listrik (feed in tariff) berbasis energi biomassa, biogas dan sampah kota yang ditetapkan pemerintah lebih tinggi 50% dari harga sebelumnya.
Direktur Eksekutif METI Erwin S Sadirsan mengatakan meski harga jual listriknya lebih rendah dari yang diusulkan METI sebelumnya, namun harga yang sekarang sudah lebih tinggi dari Permen ESDM No.31 Tahun 2009.
"Saya apresiasi. Pertama karena ini sudah naik 50% dari harga sebelumnya. Kedua, kami tidak menyangka dalam 2-3 bulan ini bisa terealisasi. Kami apresiasi kecepatan pemerintah mengakselerasi kebijakan tarif ini," ujarnya hari ini.
Untuk harga jual listrik berbasis energi biomassa misalnya, METI mengusulkan harganya Rp1.000 per kWh. Namun pemerintah sudah menetapkan untuk pulau Jawa, Bali dan Sumatra harga jual listriknya sebesar Rp975 per kWh, lebih tinggi dari harga sebelumnya dalam Permen ESDM No.31 Tahun 2009 sebesar Rp656 per kWh.
Menurut Erwin, kenaikan harga ini akan memicu pengusaha di bidang energi terbarukan untuk lebih giat berinvestasi.
"Kalau kita pakai yang lama, yang Rp656 itu sudah pasti tidak ada investasi, karena terlalu kecil. Artinya ngga mungkin orang mau berusaha sesuatu yang jelas-jelas dia rugi. Tapi dengan adanya kenaikan harga ini, pasti akan muncul investasi, orang akan tertarik," ujarnya.
Erwin mengatakan saat ini pengusaha di bidang energi terbarukan masih belum terlalu banyak, bahkan masih bisa dihitung jari. Meski demikian, keberadaan pengusahanya sudah tersebar, bukan hanya di Sumatra saja di mana terletak cangkang sawit yang berlimpah sebagai sumber energi biomassa. (sut)