Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi Amerika Serikat (AS) pada April 2025 tercatat berada di level 2,3%, turun dibandingkan dengan Maret 2025 yang berada di posisi 2,8%.
Penurunan tingkat inflasi Negeri Paman Sam itu bersamaan dengan diberlakukannya kebijakan tarif menyeluruh Presiden AS Donald Trump. Di sisi lain, Trump terus menekan Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga.
Mengutip data trading economics AS, tingkat inflasi tahunan AS pada April 2025 menjadi yang terendah sejak Februari 2021. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh turunnya harga energi 3,7% dan bahan makanan 2,8%.
Sementara itu, harga meningkat lebih cepat untuk mobil bekas pada April 2025 sebesar 1,5% dibandingkan dengan Maret 0,6%. Begitu juga dengan harga truk serta kendaraan baru pada April menjadi 0,3% dibandingkan dengan Maret 0%.
Melansir Bloomberg, Selasa (13/5/2025), Data Biro Statistik Tenaga Kerja menunjukkan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) inti—yang mengecualikan komponen pangan dan energi—naik 0,2% secara bulanan (month to month/MtM), sama dengan bulan sebelumnya.
Di sisi lain, inflasi inti AS secara tahunan tetap di angka 2,8% (year-on-year/YoY), sama dengan laju bulan Maret.
Baca Juga
Adapun secara keseluruhan, inflasi AS April 2025 mencapai 0,2% MtM dan 2,3% dibandingkan April 2024, di bawah proyeksi pasar. Laju inflasi ini lebih rendah dari bulan Maret 2025 yang mencapai 0,3% MtM dan 2,4% YoY.
Laporan CPI mengungkap penurunan harga pada tiket pesawat dan akomodasi hotel, mencerminkan lesunya permintaan untuk layanan non-prioritas. Harga mobil bekas, truk, pakaian, dan bahan makanan turut mengalami penurunan. Harga telur mencatatkan penurunan paling tajam sejak 1984, menjadi penopang utama turunnya harga bahan pangan.
Di sisi lain, harga mobil baru tetap stagnan, melawan ekspektasi akan lonjakan akibat tarif. Namun, barang-barang rumah tangga seperti furnitur dan peralatan—yang sebagian besar diimpor—mencatat lonjakan harga.
Meski kebijakan tarif Trump diperkirakan menambah tekanan inflasi, sebagian besar perusahaan tampaknya masih menguras stok lama sebelum melakukan penyesuaian harga.
Sementara itu, penurunan sementara atas sebagian besar tarif terhadap China dari 145% menjadi 30% memberi ruang bagi harga untuk tetap terkendali, setidaknya sementara.
Namun, para analis Bloomberg Economics memperingatkan bahwa potensi penumpukan di pelabuhan akibat penimbunan stok usai jeda tarif bisa mendorong harga naik lebih cepat dalam waktu dekat.
Reaksi pasar langsung terasa. Imbal hasil obligasi pemerintah AS turun, dolar melemah, dan kontrak berjangka indeks S&P 500 berbalik arah setelah rilis data.
Dengan ketidakpastian tinggi soal arah kebijakan tarif dan dampaknya terhadap perekonomian, Federal Reserve memilih berhati-hati dan tetap mempertahankan suku bunga.