Bisnis.com, JAKARTA — Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ribuan buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex akibat proses pailit merupakan tindakan ilegal dan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Presiden KSPI Said Iqbal menyebut ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi PHK massal yang dilakukan Sritex terhadap buruhnya merupakan tindakan ilegal.
Said melihat PHK terhadap ribuan buruh Sritex tidak melalui mekanisme bipartit antara serikat pekerja dan manajemen perusahaan, serta dilanjutkan ke tahap tripartit bersama mediator dari dinas tenaga kerja.
“Justru yang terlihat, buruh diminta secara individual untuk mendaftarkan PHK. Kalau benar itu terjadi, patut diduga disertai intimidasi,” kata Said dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Minggu (2/3/2025).
Dia juga mempertanyakan siapa pihak yang akan menjamin pembayaran pesangon pekerja Sritex. Selain itu, Said menyebut buruh tidak diberi kesempatan menolak PHK melalui proses di hadapan pegawai mediator bila tidak setuju dengan hak-haknya yang akan didapat.
“Seharusnya buruh mendapat ruang untuk menyampaikan ketidaksetujuan terhadap PHK maupun besaran hak yang diterima. Namun kenyataannya, yang terjadi justru buruh diajak menyanyi-nyanyi sambil menangis,” katanya.
Baca Juga
Dia juga menyoroti jumlah buruh yang terdampak PHK tidak hanya pekerja Sritex, melainkan pekerja di anak perusahaan serta rantai pasoknya yang melibatkan penyedia bahan baku, makanan, angkutan, hingga pemasok lainnya.
“Jika dihitung, pekerja terdampak bisa mencapai ratusan ribu orang,” ujarnya.
Di samping itu, Said juga menyayangkan langkah PHK massal yang dilakukan menjelang bulan Ramadan. Menurutnya, momen ini dimanfaatkan untuk melemahkan posisi buruh yang sedang terdesak secara ekonomi.
Said juga menyoroti buruh yang diminta mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai pengganti hak-haknya.
“Padahal untuk mencairkan hak tersebut, diperlukan surat keterangan masa kerja dan paklaring, yang justru berpotensi memaksa buruh menerima PHK tanpa perlawanan,” pungkasnya.