Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mendorong pemerintah daerah baik gubernur, walikota ataupun bupati yang terpilih dalam Pilkada 2024 untuk melakukan inovasi pembiayaan infrastruktur dan mengurangi ketergantungan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam membiayai pembangunan.
Saat berbicara dalam Retret Pembekalan Kepala Daerah di Lembah Tidar Akademi Militer (Akmil) Magelang, dikutip Senin (24/2/202), Sri menyampaikan bahwa kepala daerah perlu berinovasi dan memanfaatkan berbagai skema pembiayaan alternatif.
Dia menjelaskan bahwa terdapat banyak mekanisme pembiayaan yang dapat dikolaborasikan dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta. Menurutnya, sejumlah daerah telah menunjukkan kreativitas dalam mengembangkan skema pembiayaan pembangunan.
Meski demikian, ia mengakui bahwa penerapan pembiayaan inovatif membutuhkan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan. Ia juga menegaskan bahwa ketergantungan penuh pada APBD dan APBN dapat memperlambat proses pembangunan infrastruktur, mengingat keterbatasan keuangan negara.
“Di banyak negara, membangun berbagai infrastruktur itu enggak selalu 100 persen APBD atau APBN, karena kalau mau menunggu APBD atau APBN, itu bisa lama banget,” katanya.
Menkeu memaparkan bahwa sektor seperti penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, dan layanan rumah sakit dapat dibiayai melalui skema inovatif, terutama jika proyek tersebut mampu menghasilkan pendapatan.
Baca Juga
“Itu sebetulnya bisa dibangun oleh pihak swasta dengan instrumen pembiayaan yang kreatif,” ujarnya.
Kementerian Keuangan, kata dia, telah menyediakan berbagai instrumen untuk mendukung kreativitas daerah dalam pembiayaan pembangunan. Dengan demikian, meskipun APBD terbatas, pembangunan tetap dapat berjalan asalkan ada inovasi.
"Tapi memang itu perlu banyak kerja keras, komitmen-komitmen, dan juga keahlian dari sisi keuangan [sehingga tidak menjadi pidana]," katanya.
Bagi pemda yang masih ragu dalam menerapkan skema pembiayaan inovatif, Sri Mulyani menyarankan untuk berkonsultasi dengan instansi terkait seperti Kemenkeu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maupun aparat penegak hukum.
Ia menegaskan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama langkah yang diambil bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Kalau benar-benar mau membangun untuk sesuatu yang create growth, menciptakan pertumbuhan, kesempatan kerja, perbaikan kesejahteraan, menurut saya kita semuanya bisa bekerja,” ujarnya.
Ia berharap retret ini dapat menjadi ajang komunikasi antar kepala daerah untuk saling berbagi pengalaman dan menemukan instrumen pembiayaan yang dapat dikolaborasikan.
“Kementerian Keuangan akan terus mendukung agar Bapak dan Ibu sekalian sukses menjaga daerah, membangun daerah, menggunakan keuangan baik APBD dan APBN, keuangan negara secara baik sebagai instrumen penting dalam memajukan Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025 sebagai turunan Instruksi Presiden untuk menghemat anggaran.
Aturan terbaru bertanggal 3 Februari 2025 ini mengatur penyesuaian rincian alokasi transfer ke daerah sesuai dengan provinsi, kabupaten, dan kota pada Tahun Anggaran 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Keputusan ini menetapkan enam jenis dana transfer ke daerah, yakni Kurang Bayar Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Fisik, Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Dana Desa.
Dalam rincian keputusan, alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2025 mencapai Rp446,63 triliun. Nilai ini tidak berubah berdasarkan hasil keputusan dengan DPR akhir tahun lalu. Selanjutnya, Dana Desa ditetapkan sebesar Rp71 triliun. Nilai ini juga tidak berubah dibandingkan penetapan awal.
DBH kurang bayar dalam KMK ini juga dianggarkan sepenuhnya yakni Rp27,8 triliun. Perinciannya, Kurang Bayar Dana Bagi Hasil sebesar Rp13,9 triliun dan Cadangan Kurang Bayar Dana Bagi Hasil sebesar Rp13,9 triliun.
Adapun efisiensi terlihat pada Dana Otonomi Khusus, yang diperuntukkan bagi Papua dan Aceh menjadi Rp14,51 triliun. Dalam data yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, nilainya sebelumnya sebesar Rp17,52 triliun. Dana Keistimewaan DIY pada efisiensi ini ditetapkan sama yakni Rp1,20 triliun.
Sedangkan rincian alokasi anggaran per daerah terdapat dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini, yang mencakup Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Fisik, Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Desa.