Bisnis.com, JAKARTA - Australia memangkas target pendapatan ekspor sumber daya dan energi lantaran rendahnya harga berbagai komoditas primer dan mata uang yang lebih kuat terus menekan sumber utama pendapatan pemerintah.
Dilansir dari Reuters pada Minggu (29/9/2024), Australia memperkirakan pendapatan ekspor komoditas turun sekitar 10% menjadi 372 miliar dolar Australia atau setara dengan US$256 miliar untuk tahun yang berakhir pada 30 Juni 2025.
Proyeksi tersebut turun dari perkiraan 380 miliar dolar Australia yang dibuat pada bulan Juni 2024, menurut sumber daya dan energi resmi secara kuartalan.
"Pendapatan mencapai 415 miliar dolar Australia tahun lalu, dan penurunan ini akan terus berlanjut hingga 2026, meskipun dengan laju yang lebih lambat, mencapai 354 miliar dolar Australia," tulis Reuters, Minggu (29/9/2024).
Harga komoditas turun karena pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di negara maju. Hal itu merupakan konsekuensi dari suku bunga yang lebih tinggi, dan pelemahan di China, sumber utama permintaan baja dan komoditas lainnya.
Bijih besi ekspor terbesar Australia sangat terpukul oleh perlambatan di sektor properti China dan harga turun sekitar sepertiga sepanjang tahun ini.
Baca Juga
Negara Kangguru tersebut bahkan memperkirakan pendapatan ekspor bijih besi turun menjadi 99 miliar dolar Australia pada tahun yang berakhir 30 Juni 2026 dari 138 miliar dolar Australia tahun lalu.
Harga-harga lebih rendah di sebagian besar sumber daya yang tercakup dalam laporan tersebut, termasuk logam-logam yang penting untuk transisi energi terbarukan seperti nikel dan lithium.
Selain itu, harga yang lebih rendah didorong oleh lonjakan pasokan dari Indonesia telah memaksa beberapa tambang nikel Australia untuk ditutup.