Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar pelaksanaan aturan terbaru soal kewajiban pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) untuk kepentingan perpajakan tetap pada jalurnya, terutama ihwal pasal eskalasi penegakan hukum.
Pada Selasa (6/8/2024), pemerintah resmi mengundangkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 47/2024 tentang Akses Informasi Keuangan Perpajakan. Dalam beleid tersebut, pemerintah dapat menempuh jalur hukum bagi pihak yang tidak kooperatif dalam pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama menjelaskan, notabenenya kewajiban pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan bukan suatu yang baru.
Meski demikian, sambungnya, sudah ada aturan jelas ihwal kewajiban wajib pajak. Oleh sebab itu, Apindo ingin eskalasi penegakan hukum dalam PMK No. 47/2024 harus tetap berada koridor pelaksanaan kewajiban wajib pajak.
"Seyogyanya diingat bahwa kewajiban terkait pajak pada dasarnya tetap merupakan kewajiban wajib pajak itu sendiri, sehingga apabila diperlukan eskalasi penegakan hukum sedapat mungkin implementasinya secara terarah dan terukur sesuai ketentuan terlebih dahulu," jelas Siddhi kepada Bisnis, Rabu (7/8/2024).
Sebagai informasi, aturan baru ini diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum bagi lembaga jasa keuangan (LJK), LJK lainnya, dan/atau entitas lain dalam menyampaikan laporan berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Lalu, PMK 47/2024 juga dapat mendorong pengaturan ketentuan anti penghindaran sesuai standar pelaporan umum.
Baca Juga
Terdapat sejumlah ketentuan baru dalam PMK 47/2024. Dalam Pasal 10A, ditetapkan lembaga keuangan pelapor tidak boleh melayani pembukaan rekening keuangan baru bagi orang pribadi dan/atau entitas serta transaksi baru terkait rekening keuangan bagi pemilik rekening keuangan lama yang menolak untuk mematuhi prosedur identifikasi rekening keuangan.
Lalu, ada pula ketentuan Pasal 30A yang mengatur setiap pihak, baik LJK, pimpinan dan/atau pegawai LJK, pemegang rekening, penyedia jasa, hingga pihak lain untuk menghindari kewajiban akses informasi keuangan perpajakan.
Apabila terjadi kesepakatan dan/atau praktik yang bertujuan untuk menghindari kewajiban akses informasi keuangan perpajakan, maka kesepakatan dan/atau praktik itu dianggap tidak berlaku, lalu pihak-pihak terkait tetap harus memenuhi PMK 47/2024.
Atas temuan itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak pun berwenang melakukan penyelidikan, lalu pihak-pihak terkait dilarang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan, juga mengurangkan informasi yang sebenarnya dari informasi yang wajib disampaikan kepada otoritas pajak.
Dirjen Pajak kemudian dapat menyampaikan teguran tertulis kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau entitas terkait apabila tidak terdapat klarifikasi atau tidak memenuhi ketentuan setelah 14 hari diterimanya permintaan klarifikasi.
Apabila teguran tertulis telah dilayangkan tetapi pihak-pihak terkait belum memenuhi kewajiban atau tetap melakukan kegiatan yang memenuhi indikasi pelanggaran, Dirjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan.
"Dalam hal berdasarkan pemeriksaan ditemukan dugaan tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan bukti permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," dikutip dari PMK 47/2024.