Bisnis.com, JAKARTA - Para investor telah bertaruh atas kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, contohnya seperti dengan memangkas kepemilikan obligasi dan membeli Bitcoin. Kini, mereka mempertimbangkan kembali strategi tersebut usai Joe Biden mundur dari bursa pencalonan Pilpres AS 2024.
Saat investor menerima berita baru tersebut, rencana Donald Trump, yang mendukung sektor dan strategi yang dianggap diuntungkan oleh advokasi Partai Republik untuk kebijakan fiskal yang lebih longgar, tarif perdagangan yang lebih tinggi, dan regulasi yang lebih lemah, kemungkinan akan menghadapi hambatan.
Salah satu pendiri dan mitra pengelola di Deepwater Asset Management, Gene Munster, mengatakan bahwa pengumuman mundurnya Joe Biden memberikan lebih banyak ketidakpastian.
"Ada banyak keyakinan tentang kemenangan Trump, dan pasar tidak akan menyukai ketidakpastian baru ini, bersama dengan siklus berita tentang siapa yang masuk, siapa yang keluar, dan semua ketidakpastian itu,” pungkasnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (22/7/2024).
Perdagangan awal di Asia ada Senin (22/7) relatif tenang, menunjukan investor mengambil pendekatan wait and see. Dolar AS sedikit lebih rendah pada mata uang utama. Sementara itu, harga Bitcoin berkisar di sekitar US$68.000 dan saham berjangka hampir tidak berubah.
Pasar mungkin bergejolak karena para pedagang menunggu untuk melihat apakah Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris, yang menggantikan Joe Biden, dapat mengamankan nominasi partainya dan dapat melawan Trump dalam jajak pendapat.
Selain itu, pasar juga menunggu jajak pendapat baru yang mencerminkan ketidakhadiran Biden. Pasar taruhan Predictltl menempatkan Harris sebagai favorit untuk menjadi calon Partai Demokrat. Namun, Donald Trump masih difavoritkan untuk memenangkan kursi kepresidenan 2024-2029.
Beberapa perdagangan Trump di pasar obligasi juga telah mereda pada minggu lalu, lantaran para investor mengalihkan perhatian mereka untuk kembali ke data ekonomi dan Federal Reserve (The Fed).
Pergerakan saham baru-baru ini ditandai dengan pergerakan dari saham Big Tech ke perusahaan-perusahaan kecil di sektor-sektor yang sebelumnya lamban.
Kepala eksekutif Roundhill Financial, sebelum pengumuman Joe Biden mundur pada hari Minggu waktu setempat (21/7), juga mengatakan bahwa investor harus mengantisipasi lonjakan volatilitas.
"Jika Wakil Presiden Harris dapat bergerak cepat untuk memberi Trump peluang yang signifikan, maka kita harus mengantisipasi volatilitas akan bertahan lama. Namun, jika Trump terus unggul dalam jajak pendapat dan investor melihat kemenangannya sebagai sesuatu yang tak terelakkan, maka perdagangan Trump akan mengambil alih dan volatilitas akan menurun,” pungkasnya.
Ahli strategi Markets Live, Mark Cranfield, mengatakan bahwa jika ada perubahan material pada peluang Trump, para pedagang mungkin akan memposisikan diri untuk pelemahan dolar AS karena mungkin ada lebih banyak serangan verbal terhadap mata yang asing yang lebih lemah menjelang November 2024.
“Peningkatan kurva kemungkinan akan berlanjut di tengah kekhawatiran tentang defisit yang lebih besar, tetapi dalam kerangka penurunan imbal hasil saat Federal Reserve bergerak menuju pemotongan suku bunga pertamanya tahun ini,” jelasnya.
Efek Mundurnya Biden
Data historis mengenai reaksi pasar dalam situasi ini sangat sedikit. Contoh terbaru presiden yang tidak mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua, yakni Lyndon Johnson pada tahun 1968.
Direktur pelaksana penelitian kebijakan global di GlobalData Grace Fan menyatakan dengan adanya calon baru dari Demokrat, sentimen perdagangan Trump akan goyah karena pasar menyesuaikan kembali peluang. Namun, taruhan ini tidak mungkin banyak berubah jika Harris menjadi kandidat akhir.
Sebelum Biden keluar dari pencalonan, beberapa investor di Asia melihat perdagangan Trump diuntungkan dari kepergiannya, yang mempengaruhi indeks saham China dan saham produsen baterai Korea
Kritik Trump terhadap pelemahan yen dan yuan juga memperumit situasi mata uang, meskipun kemenangannya diperkirakan akan memperkuat dolar AS