Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang digelar Rabu (17/7/2024), konsensus di kalangan ekonom mengindikasikan bahwa bank sentral akan mempertahankan suku bunga acuan.
Berdasarkan 35 ekonom yang disurvei Bloomberg, BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada 6,25% selama tiga bulan berturut-turut pada Rabu hari ini (17/7/2024).
BI, dengan mandat utama memastikan stabilitas mata uang, mendapat angin segar dari berkurangnya aliran keluar dolar AS dari perusahaan.
Selain itu, meningkatnya kepercayaan bahwa penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) dapat terjadi paling cepat pada September 2024 telah memperkuat rupiah.
Adapun, Rupiah telah menguat 1,2% pada bulan ini, bangkit kembali dari level terendah dalam empat tahun pada akhir Juni 2024.
Gubernur BI Perry Warjiyo sendiri juga telah mengisyaratkan bahwa pembuat kebijakan mungkin mulai mempertimbangkan peralihan ke pelonggaran moneter.
Pada awal Juli 2024, Perry menyatakan kepada anggota parlemen bahwa mungkin ada ruang penurunan suku bunga pada kuartal terakhir tahun ini, jika rupiah terus menguat.
Namun, fluktuasi rupiah masih perlu diwaspadai. Risikonya meluas melampaui perubahan yang diantisipasi The Fed, Pemilu AS dan ketegangan geopolitik, hingga masalah mendesak lainnya di dalam Tanah Air.
Hal tersebut meliputi neraca eksternal dan ketidakpastian sikap fiskal pemerintahan baru Prabowo Subianto yang akan menjabat pada Oktober 2024 mendatang.
Baca Juga : RDG Bank Indonesia (BI) Putuskan Suku Bunga Acuan Juli 2024, LPEM UI Dorong Pertahankan 6,25% |
---|
Tanggapan Ekonom
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Hosianna Evalita Situmorang menuturkan bahwa rupiah masih menghadapi tantangan untuk menguat lebih jauh dibawah Rp16.000 per dolar AS. Ia merujuk pada level yang menurut Perry mencerminkan nilai fundamental rupiah.
“BI tentu akan mempertahankan spread premi risiko untuk mengantisipasi meningkatnya ketidakpastian pada kuartal berikutnya,” ujarnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (17/6/2024).
Kemudian, hal-hal yang dapat diperhatikan lainnya adalah analis yang memperkirakan BI akan menahan diri untuk tidak terburu-buru mengambil sikap kebijakan yang dovish. Bank sentral juga akan menunggu rupiah menemukan ‘pijakan’ yang lebih kuat.
Ekonom Bank Mandiri di Jakarta Dian Ayu Yustina, yang memperkirakan penurunan suku bunga pada kuartal terakhir, menuturkan bahwa BI akan tetap mengutamakan stabilitas pasar keuangan.
Di Tanah Air, kesenjangan transaksi berjalan juga diperkirakan melambat hingga hampir 1% produk domestik bruto (PDB) pada 2024. Pelemahan mata uang diperkirakan akan mendorong defisit anggaran hingga jauh lebih besar, yakni 2,7% dari PDB. Hal ini dapat mengurangi minat investor terhadap aset Indonesia.
"Mengingat defisit ganda pada neraca berjalan dan neraca fiskal, kami memperkirakan rupiah akan tetap rentan terhadap risiko eksternal," jelas ahli strategi valas yang berbasis di Singapura di MUFG Bank Ltd, Lloyd Chan.
Chan berpandangan bahwa bias jangka pendek terhadap rupiah masih condong ke arah penurunan. BI mungkin baru mulai melakukan pelonggaran pada awal 2025.
Kemudian, Bank Danamon juga memproyeksi bahwa BI Rate tidak akan bergerak tahun ini jika rupiah tetap berada di atas 16.000 per dolar AS.
Rupiah baru-baru ini juga membaik dengan investor asing yang membeli saham dan obligasi pemerintah senilai hampir US$550 juta pada bulan ini. Pembayaran dividen, yang menyebabkan depresiasi rupiah dan memaksa BI melakukan intervensi pada kuartal lalu juga berkurang.
Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga terus mengalami arus masuk, walaupun kepemilikan dana lokal meningkat baru-baru ini.
Proyeksi BI Rate
Peningkatan lebih lanjut dalam rupiah juga akan bergantung pada sikap kebijakan fiskal Presiden terpilih Prabowo Subianto. Berita tentang rencananya untuk meningkatkan rasio utang Indonesia, bahkan mencabut batasan hukum pada defisit anggaran, telah mengguncang investor dan membebani mata uang.
Kubu Prabowo kembali meyakinkan pasar bahwa presiden berikutnya akan tetap berpegang pada rencana belanja yang bijaksana. Pemerintahan yang akan segera berakhir juga telah menetapkan defisit anggaran 2025 dalam kisaran 2,3%-2,8% dari PDB, masih di bawah batas 3% dari PDB.
Kepala penelitian pendapatan tetap di Malayan Banking Bhd Winson Phoon menuturkan bahwa Investor menunjukkan tanda-tanda positif pada pesan-pesan “ramah pasar” tentang ekonomi dan kebijakan fiskal dari Prabowo dan timnya.
“Menurut pandangan kami, hal ini dapat membentuk lingkaran umpan balik positif untuk memperpanjang reli obligasi dan valuta asing,” tuturnya.