Bisnis.com, JAKARTA - Pihak Jepang telah memberikan bunga utang untuk proyek MRT Jakarta yang jauh lebih rendah dibandingkan bunga utang Kereta Cepat dari pihak China.
Pemerintah Jepang telah mengucurkan pinjaman senilai 140,69 miliar yen atau Rp14,51 triliun untuk pembangunan MRT Jakarta East-West Line Fase 1 dengan rute keseluruhan dari Cikarang, Jawa Barat ke Balaraja, Banten.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (13/5/2024), pinjaman tersebut diberikan melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk membangun MRT Jakarta East-West Line Fase 1 tahap 1 dengan rute Tomang-Medan Satria sepanjang 24,5 kilometer.
Counsellor Bagian Ekonomi, Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia, Hironori Yahata menjelaskan nilai pinjaman yang akan diberikan mencapai hingga ¥140,69 miliar dengan suku bunga tetap 0,3% per tahunnya.
Dia menambahkan, suku bunga tersebut juga sudah termasuk 0,2% per tahun untuk konsultan.
"Masa pengembalian pinjaman adalah selama 40 tahun termasuk masa tenggang atau grace period selama 10 tahun," katanya.
Baca Juga
Namun, ada persyaratan tambahan yang diberikan berupa Special Terms for Economic Partnership (STEP). Artinya, pihak Jepang akan turut terlibat dalam pengerjaan proyek ini untuk melakukan transfer teknologi ke pihak Indonesia.
Bunga utang yang diberikan pihak Jepang ternyata jauh lebih rendah dibandingkan dengan pinjaman China untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau yang kini disebut WHOOSH.
Pihak Indonesia dan China telah menyepakati besaran cost overrun kereta cepat sebesar US$1,2 miliar.
Adapun, dari total cost overrun yang akan dibayarkan oleh konsorsium Indonesia, sebanyak 25 persen akan dibayar menggunakan dana dari PT Kereta Api Indonesia sebagai pemimpin konsorsium. Kemudian, 75 persen itu dibayarkan menggunakan pinjaman yang telah disepakati dengan China Development Bank (CDB).
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo menjelaskan nilai pinjaman yang dikucurkan oleh CDB ke KAI telah disepakati sebesar US$542,7 juta atau setara Rp8,41 triliun.
“Nilai pinjaman terdiri dari US$325,6 juta dalam denominasi dolar AS dan ekuivalen US$217 juta dalam bentuk renminbi [RMB],” kata Didiek saat dikonfirmasi, Selasa (9/1/2024).
Selanjutnya, Didiek menyebutkan pinjaman ini juga telah mendapatkan jaminan dari pemerintah.
Didiek memaparkan tingkat suku bunga untuk masing-masing pinjaman mata uang juga berbeda. Pinjaman berdenominasi dolar AS bunganya 3,2%, sedangkan loan dalam RMB 3,1%.
Adapun, tingkat suku bunga yang telah disepakati bersifat flat dengan tenor 45 tahun. Tenor utang tersebut bertambah dibandingkan dengan pembicaraan antara Pemerintah Indonesia dan China pada November 2023.