Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah kini tengah menggodok perubahan skema subsidi pupuk kepada petani. Skema pupuk subsidi akan diubah menjadi bantuan langsung yang akan disalurkan ke rekening perbankan atau dompet digital milik petani. Petani yang terdaftar dalam Kartu Tani yang akan menerima bantuan tersebut.
Niat baik pemerintah ingin mengubah skema subsidi pupuk patut diapresiasi. Sebab dengan skema tersebut petani dapat menerima haknya secara penuh tanpa adanya kebocoran anggaran yang selama ini kerap terjadi. Namun pertanyaan besarnya apakah kebijakan tersebut harus diterapkan dalam waktu dekat ini?
Hingga saat ini, Kartu Tani yang akan menjadi media untuk menyalurkan bantuan masih menyisakan catatan besar. Dalam siaran pers Ombudsman Nomor 067/HM.01/XI/2022 menemukan fakta bahwa dari total Kartu Tani yang telah dicetak oleh Himpunan Bank Milik Negara mencapai 14.5 juta, tetapi yang baru terdistribusi kepada petani hanya 10 juta Kartu Tani dan yang sudah aktif hanya sekitar 25% saja atau sekitar 2,6 juta kartu.
Rendahnya Kartu Tani yang aktif tersebut dapat mengindikasikan bahwa petani kesulitan beradaptasi. Beberapa kasus ditemukan para petani lupa pin bahkan ada yang tidak tahu nomor pin karena amplopnya dibuang. Hingga pada akhirnya mereka memutuskan tidak menggunakan kartu.
Karakteristik petani yang usianya didominasi oleh usia tua akan relatif sulit menerima perubahan. Terlebih lagi banyak petani kecil yang masih belum mengakses layanan perbankan atau unbankable. Sehingga mereka belum familiar dengan layanan jasa keuangan, termasuk Kartu Tani.
Mengacu kepada hasil survei OJK pada tahun 2022, tingkat literasi keuangan di perdesaan baru mencapai 48,4%. Literasi keuangan ini menunjukkan seberapa banyak masyarakat dapat memahami dan memutuskan penggunaan layanan jasa keuangan.
Baca Juga
Selain dari aspek sosial petani, persoalan lain yang dihadapi adalah belum akuratnya data penerima pupuk subsidi. Pasalnya hingga saat ini masih ada petani yang belum bergabung dengan kelompok tani dan belum memiliki Kartu Tani. Bahkan saya pribadi masih menemukan nama petani pemilik kartu namun ketika di cek ternyata beliau sudah meninggal dunia dan ada juga yang berpindah ke luar kota.
Terbatasnya jumlah penyuluh petani menjadi salah satu penyebab sulitnya mendapatkan data petani yang akurat. Total penyuluh Indonesia pada tahun 2020 mencapai 67.000 jiwa. Sementara total kelompok tani mencapai 646.000. Satu kelompok tani bisa berisikan ratusan petani. Terbayang bagaimana sulitnya mendata petani oleh para penyuluh yang jumlahnya sedikit.
Penyuluh yang semestinya menjadi mentor untuk petani dalam mengembangkan inovasi pertanian, kini disibukkan dengan persoalan administrasi. Padahal peranan penyuluh ini sangat krusial dalam meningkatkan produktivitas petani. Sebab para petani akan dibimbing dalam mengelola usaha taninya agar efektif dan efisien dengan menerapkan inovasi teknologi.
BELUM SIAP
Ombudsman menemukan ketidaksiapan implementasi Kartu Tani secara serentak. Hal ini didasarkan pada belum optimalnya pendistribusian Kartu Tani serta belum siapnya infrastruktur pendukung seperti mesin EDC dan jaringan internet.
Mengacu kepada data Kominfo pada 2022 menyebutkan bahwa terdapat 12.500 desa yang masih belum memiliki akses internet atau blank spot. Di Jawa Barat saja masih terdapat 1.000 desa yang belum memiliki akses internet. Padahal mayoritas petani ini berada di perdesaan.
Persoalan-persoalan yang dihadapi di level grassroot tersebut semestinya ditindaklanjuti dan dibenahi terlebih dahulu. Memang tidak bisa menunggu hingga sempurna, tetapi enabler untuk dapat menerapkan skema penyaluran subsidi pupuk langsung harus siap tanpa catatan besar.
Beberapa hal yang dapat ditempuh untuk mempersiapkan perubahan skema subsidi yakni; Pertama, menggencarkan literasi keuangan kepada para petani agar mereka tidak kesulitan dalam menggunakan Kartu Tani. Dalam hal ini pemerintah bisa menggandeng perguruan tinggi untuk melakukan sosialisasi untuk peningkatan literasi keuangan. Mahasiswa KKN dapat dilibatkan dalam hal ini.
Kedua, memastikan ketersediaan data petani yang akurat. Saat ini sedang berlangsung sensus pertanian. Data tersebut dapat diintegrasikan dengan data dalam sistem e-RDKK sehingga ada pembaruan data. Untuk pemutakhiran secara berkala, mengingat terbatasnya jumlah penyuluh dapat melibatkan pihak lain seperti kepala dusun atau RT sebagaimana dulu ketika pemutakhiran data penerima bansos pada masa pandemi Covid-19.
Ketiga, membangun infrastruktur internet yang memadai di pedesaan. Mesin EDC membutuhkan jaringan internet yang stabil untuk bisa melakukan transaksi. Jika masih belum tersedia, maka pemerintah mesti menyiapkan alternatif skema penebusan pupuk petani bagi desa yang masih blank spot.
Jika pemerintah tergesa-gesa untuk segera merealisasikan skema subsidi pupuk secara langsung dengan kondisi faktor pendukungnya yang masih menyisakan pekerjaan besar, maka akan terjadi gejolak di kalangan petani. Bagaimana pun yang akan menerima manfaat dari kebijakan tersebut adalah petani. Kesiapan mereka dan juga infrastruktur pendukungnya mesti dipersiapkan matang.