Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diramal akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 5,75 persen. Berikut 3 hal yang diperlu dicermati jelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada hari ini, Kamis (25/5/2023) pukul 14.00 WIB.
Melansir dari Bloomberg pada Kamis (25/5/2023), Bank Indonesia kemungkinan kemungkinan akan mempertahankan suku bunga acuannya untuk tidak lagi naik ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir lantaran pertumbuhan ekonomi tetap tangguh. Pada 2019, BI rate sempat mencapai 6,0 persen.
Konsensus ekonom Bloomberg, 28 ekonom melihat suku bunga bertahan selama empat bulan berturut-turut setelah kenaikan 225 basis poin dari Agustus hingga Januari yang telah membawa biaya pinjaman ke level tertinggi sejak Juli 2019.
Pembuat kebijakan kemungkinan akan tetap berpegang pada pesan mereka bahwa menahan suku bunga adalah sikap paling hati-hati untuk saat ini. Faktor ketidakpastian global masih terkait langkah Federal Reserve atau The Fed dan potensi gagal bayar utang AS.
Rupiah telah melemah sekitar 1,5 persen bulan ini, terdepresiasi bersama dengan sebagian besar mata uang regional. Hal itu memperkuat seruan Gubernur BI Perry Warjiyo untuk bersabar dan tak terburu-buru menaikkan suku bunga acuan.
"Kami tidak mengharapkan telegram dari setiap niat untuk memangkas suku bunga kebijakan sekarang karena hal itu dapat meningkatkan tekanan depresiasi," kata ekonom Societe Generale SA Kunal Kundu.
Baca Juga
Kunal Kundu menambahkan bahwa penurunan ekspor negara dan pemulihan China yang lebih lemah dari perkiraan akan terjadi. kemungkinan menambah tekanan pada mata uang.
Berikut 3 hal yang harus diwaspadai dalam keputusan RDG BI pada hari ini
1. Alat Baru
Sementara bank sentral telah membatalkan gagasan kenaikan suku bunga lebih lanjut, BI dapat menggunakan langkah-langkah makroprudensial untuk mendorong rupiah jika aksi jual terus berlanjut.
Aturan yang direvisi yang mewajibkan eksportir untuk memulangkan 30 persen dari devisa hasil ekspor masih menunggu keputusan. Pasalnya, fasilitas deposito berjangka bank sentral atau term deposit valas yang ditargetkan untuk ekspor mendapat sambutan yang kurang baik.
“Pelaku pasar juga akan tertarik untuk mengamati jika komentar Gubernur BI bernada dovish selain dari penyebutan Operation Twist, mengingat penurunan tajam dalam imbal hasil jangka panjang hingga saat ini,” kata Radhika dari DBS Bank Ltd. Rao, mengacu pada intervensi BI untuk menopang obligasi jangka pendek di pasar sekunder.
2. Laju Inflasi
Kepala ekonom PT Bank Maybank Indonesia Juniman menilai inflasi inti telah turun menjadi 4,3 persen pada April 2023. Meski demikian, BI kemungkinan akan tetap berhati-hati sampai indeks tersebut kembali dengan kuat dalam target 2 persen hingga 4 persen pada paruh kedua tahun ini.
Ancaman El Niño juga menjadi perhatian para pembuat kebijakan di seluruh kawasan Indonesia dan Asia Tenggara, di mana pasokan makanan baru saja stabil. Musim kemarau yang parah dapat memukul panen dan menaikkan harga lagi.
3. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini telah menikmati pertumbuhan produk domestik bruto di atas 5 persen sejak akhir 2021, tetapi ada hambatan yang akan terjadi. Ekspor menyusut selama dua bulan berturut-turut di tengah penurunan harga komoditas dan lemahnya permintaan dari mitra dagang. Pertumbuhan investasi dan manufaktur juga melambat.
Menurut ekonom Citigroup Inc Helmi Arman, penurunan suku bunga mungkin akan dilakukan pada bulan September untuk mendukung prospek pertumbuhan PDB BI 2023 sebesar 4,5 persen hingga 5,3 persen.