Bisnis.com, JAKARTA – Para ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) mengungkapkan strategi yang diperlukan untuk percepatan kendaraan listrik di Indonesia guna mencapai target pemerintah dalam menurunkan emisi bersih nol pada tahun 2060.
Penurunan emisi karbon melalui Kontribusi Penentuan Nasional (NDC) yang dilakukan oleh Indonesia sangat penting untuk mendukung perubahan iklim dan menangani masalah pemanasan global.
"Dalam konteks ini, Indonesia memiliki risiko yang tinggi terhadap dampak perubahan iklim karena merupakan negara kepulauan," kata Agus Purwadi, Ketua Laboratorium Konversi Energi Elektrik ITB, dalam sebuah diskusi terbatas di Jakarta, Minggu (21/5/2023).
Sektor energi, transportasi, dan industri merupakan penyumbang emisi karbon terbesar, sehingga penurunan emisi melalui kendaraan yang terkait dengan ketiga sektor tersebut sangatlah penting.
"Kontribusi emisi karbon dapat terjadi dalam seluruh siklus kendaraan, mulai dari sumber energi hingga penggunaan roda. Kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) dapat memiliki emisi karbon nol jika seluruh siklus, termasuk pembangkit listrik dan proses produksi, menggunakan energi hijau," jelas Agus.
Oleh karena itu, salah satu langkah yang dapat mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia adalah dengan secara alami beralih dari kendaraan konvensional bertransmisi manual (Internal Combustion Engine/ICE) ke kendaraan listrik dengan transmisi otomatis (AT).
Baca Juga
Selain itu, Agus juga menyarankan untuk menciptakan program LCGC (Low Cost and Green Car) yang serupa dengan program yang diterapkan pemerintah pada tahun 2013, namun kali ini khusus untuk kendaraan listrik. Menurutnya, program LCGC terbukti mendorong minat masyarakat untuk membeli mobil, sehingga penjualan mobil meningkat.
Pentingnya Riset Baterai EV
Agus juga mengatakan pentingnya penelitian dan pengembangan baterai khusus untuk kendaraan listrik di Indonesia, mengingat baterai EV yang saat ini dikembangkan umumnya ditujukan untuk negara-negara dengan empat musim.
"Apapun merek kendaraan listrik yang digunakan di Indonesia, agar dapat membangun ekosistem yang lebih kompetitif, baterai sebaiknya diproduksi di Indonesia," ungkap Agus.
Prof. Muhammad Nizam, pakar dari Pusat Unggulan Iptek Penyimpanan Energi Listrik UNS, menambahkan bahwa baterai merupakan inti dari kendaraan listrik, dan perkembangan teknologi baterai di dunia sangat pesat. Oleh karena itu, Indonesia perlu menguasai teknologi baterai terkini dan masa depan.
"Baterai litium ion adalah bahan bakar masa depan kendaraan listrik," katanya.
Meskipun Indonesia memiliki sumber bahan baku baterai seperti nikel, kobalt, dan mangan, penguasaan sumber litium juga sangat penting. Sumber bahan baku litium yang bagus, menurutnya, ada di Australia.
Sementara itu Presdir PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono menegaskan komitmen Toyota di Indonesia untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi gas buang kendaraan.
Salah satunya dengan menghadirkan kendaraan multi pathway mulai dari kendaraan ICE yang lebih rendah emisi, kendaraan hibrida, hingga BEV. Terakhir pekan ini Toyota Indonesia meluncurkan kendaraan hibrida Yaris Cross yang hanya menghasilkan emisi karbon kurang dari 90 gram/km (from well to wheel).