Bisnis.com, JAKARTA — Hasil studi SMERU Research Institute dan Asian Development Bank atau ADB Institute menunjukkan bahwa program bantuan langsung tunai (BLT) efektif dalam menjaga masyarakat di tengah tekanan ekonomi, juga layak untuk terus dijalankan.
Hal itu tercantum dalam riset bertajuk Do short-term unconditional cash transfers change behaviour and preferences? Evidence from Indonesia yang terbit dalam jurnal Oxford Development Studies. Peneliti yang melakukan riset itu adalah Ridho Al Izzati dan Asep Suryahadi dari SMERU, serta Daniel Suryadarma dari ADB Institute.
BLT merupakan program yang digulirkan sejak 1990. Meski demikian, program ini menjadi ramai menjadi alat intervensi negara pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebai kompensasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada 2004. SBY menggunakan BLT sebagai strategi mitigasi untuk mengurangi dampak setiap terjadi tekanan ekonomi. Terdapat 15,5 juta rumah tangga penerima manfaat BLT, membuatnya menjadi salah satu program transfer tunai terbesar di dunia.
Baca Juga
Ketiga peneliti mengkaji soal dampak adanya BLT terhadap perilaku penerima dan preferensinya. Terdapat kekhawatiran bahwa masyarakat jadi bergantung kepada BLT, bahkan dalam situasi normal.
Sejumlah perilaku dan preferensi yang dilihat dalam studi itu adalah partisipasi di asuransi informal, kebiasaan merokok, jam kerja atau pekerjaan sampingan, kesukaan pada risiko (risk aversion), dan kesabaran. Kajiannya fokus terhadap penyaluran BLT pada 2005 dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2013.
Penelitian ini menggunakan set data longitudinal tingkat individu yang mencakup tahun 1997—2014. Untuk mengidentifikasi hubungan kausal, kami menggabungkan pencocokan eksak kasar dengan perbedaan dalam perbedaan.
"Kami tidak menemukan bukti bahwa transfer tunai tanpa syarat jangka pendek memengaruhi perilaku atau preferensi penerima manfaat," dikutip dari jurnal tersebut pada Selasa (2/5/2023).
Daniel membuat utas di akun Twitternya mengenai riset tersebut, yang menjelaskan bahwa BLT dapat membantu masyarakat tetapi tidak mengubah sifat atau perilaku para penerimanya. Manfaat ekonomi bagi masyarakat itu menjadi kabar baik dari program BLT.
Sebagai perbandingan, dalam sebuah eksperimen peyaluran bantuan tunai tanpa syarat jangka pendek di Kenya baik berupa pembayaran sekaligus maupun secara bulanan dapat meningkatkan pengeluaran rumah tangga, kepemilikan aset, pendapatan, kebahagiaan, hingga kepuasan hidup.
Riset Johannes Haushofer dan Jeremy Shapiro (2016) mengenai eksperimen di Kenya itu menunjukkan bahwa bantuan tunai berkorelasi dengan berkurangnya stres, depresi, dan kekerasan oleh pasangan. Bahkan, dalam riset selanjutnya, Haushofer dan Shapiro (2018) menemukan bahwa efek itu terasa lama setelah pembayaran dihentikan.
Dalam simpulan riset SMERU dan ADB Institute, tertulis saran agar pemerintah perlu melanjutkan program BLT untuk memitigasi risiko atas tekanan ekonomi tanpa perlu khawatir atas konsekuensi yang tidak diinginkan terkait perilaku atau preferensi penerima.
Meskipun begitu, terdapat dua peringatan penting dari para peneliti, yakni pemerintah perlu terus mencermati nilai manfaat BLT dan harus memperjelas bahwa program itu bersifat sementara.
"Mempertahankan harapan penerima manfaat [BLT] sangat penting untuk membatasi efek perilaku atau preferensi yang merugikan. Meneliti efek perilaku dari program BLT dengan manfaat yang lebih besar dan cakrawala yang lebih panjang adalah agenda untuk studi di masa depan," dikutip dari riset tersebut.
Apakah Bantuan Langsung Tunai (BLT) membuat penerimanya mengurangi jam kerja atau kepemilikan asuransi? Apakah mereka menjadi lebih banyak merokok atau lebih suka resiko? Jawaban dari studi kami: kelihatannya tidak. @ridhoalizzati @SMERUInstitute @ADBInstitute
— Daniel Suryadarma (@dsuryadarma) May 1, 2023
THREAD (1/5) pic.twitter.com/MnNU7ZVEUS