Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah terus mewaspadai kondisi perekonomian global terhadap ekonomi Indonesia karena tantangannya berbeda dari masa pandemi Covid-19.
Perekonomian global diperkirakan tumbuh melambat pada tahun ini dan menghadapi risiko resesi yang mungkin masih terjadi.
Di sisi lain, pemerintah optimistis mampu menahan gejolak perekonomian global karena telah memiliki track record yang baik dalam mengelola perekonomian dan keuangan negara selama pandemi Covid-19.
“Waktu pak Presiden [Joko Widodo] mengatakan IMF menyampaikan dunia gelap gulita, itu bukan untuk nakut-nakutin rakyat, itu adalah elemen dari kewaspadaan pimpinan negara bahwa memang environment dunia tidak baik-baik saja, tapi we are in a very good shape now. Kalau kita tidak bagus dalam merespons, kita juga bisa ikut gelap gulita,” katanya dalam kuliah umum, Jumat (3/2/2023).
Sri Mulyani mengatakan untuk mengantisipasi dampak dari gejolak global, pemerintah mengelola APBN dalam rangka konsolidasi.
Hingga akhir 2022, pemerintah telah berhasil mengembalikan ke bawah tingkat 3 persen, yaitu mencapai 2,83 persen (yoy).
“Penerimaan naik, belanja kita jaga dan pembiayaan kita lihat secara tajam untuk menjaga efisiensi, sehingga masuk 2023 di mana dunia kemungkinan mengalami pelemahan, APBN sudah relatif sehat,” jelasnya.
Dia melanjutkan pada desain instrumen APBN 2023, sisi belanja pemerintah akan tetap dijaga dan dikelola dengan baik, serta diarahkan untuk tetap mendukung prioritas nasional dan pemulihan ekonomi.
“Mungkin perbedaannya, kalau dulu kita mengeluarkan belanja kesehatan untuk pandemi bisa sampai Rp300 trilin, sekarang Rp176 triliun, sisanya dipakai untuk prioritas yang lain sekarang, tidak berarti kesehatan tidak penting,” tuturnya.
Lebih lanjut, pemerintah juga mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp612 triliun, merupakan yang tertinggi dalam sejarah Indonesia. “Ini yang menggambarkan kita ingin terus menjaga dan membangun pondasi Indonesia”.