Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi diperkirakan akan berbalik untuk pasar saham Asia setelah 2 tahun yang suram, dengan pembukaan kembali ekonomi China dan potensi dolar yang lebih lemah akan mendorong kinerja mereka yang lebih baik pada tahun 2023.
Dilansir Bloomberg pada Minggu (18/12/2022), saham regional bakal menanjak hingga 9 persen hingga akhir tahun depan, menurut rata-rata analis Bloomberg.
Beberapa tantangan bursa Asia seperti kuatnya dolar AS, berlanjutnya kebijakan zero covid, dan merosotnya industri chip akan pupus seiring dengan prospek yang lebih baik terhadap pendapatan bisnis.
" Lingkungan di bursa saham Asia adalah salah satu dari sejumlah pivot yang sedang terjadi," kata Kepala Ahli Strategi Saham Asia Societe Generale SA Frank Benzimra.
Indeks MSCI Asia Pacific yang tidak termasuk Jepang merosot 19 persen pada tahun ini, kelanjutan dari penurunan sebesar 4,9 persen pada 2021. Hal itu memperlebar kelemahan di antara bursa saham di kawasan lain. Adapun investor asing telah menarik lebih dari US$50 miliar dari pasar negara berkembang di luar China pada tahun ini.
Meskipun tidak ada analis Bloomberg yang menilai bursa saham di Asia bakal turun tahun depan, risiko resesi global dan dampak pembukaan China yang bergejolak.
Sementara acuan regional dapat mengalahkan Indeks S&P 500 menurut survei ahli strategi, mereka akan gagal memulihkan puncak pada 2021, bahkan jika perkiraan paling bullish menjadi kenyataan.
Jajak pendapat manajer dana Asia oleh Bank of America bulan ini juga menunjukkan sekitar 90 persen responden mengantisipasi kenaikan saham Asia di luar Jepang.